Tuesday 28 October 2014

Kabinet Kerja atau Kabinet Berintegritas?

Ketika mengumumkan anggota kabinetnya, Presiden Jokowi memberikan nama kabinetnya sebagai "kabinet kerja". Saya sempat bertanya, mengapa Jokowi tidak menggunakan kata "berkinerja"? Saya yakin orang-orang di sekitarnya paham perbedaan dua kata itu. Kalau hanya kerja, itu berarti hanya berproses, sedangkan berkinerja itu benar-benar menekankan pada hasil. Kesannya, Jokowi tidak terlalu mementingkan hasil. Karena itu, ia tidak menggunakan kata berkinerja.

Bisa jadi, itu pilihan yang diambil Jokowi melihat situasi politik saat ini. Paling tidak, pada pemerintahannya saat ini, ia merasa hanya bisa lebih banyak fokus kepada proses. Ia tidak terlalu menekankan target muluk-muluk, di mana kabinetnya bisa menghasilkan sesuatu yang besar. Baginya, bekerja saja dahulu sudah cukup baik. Menggunakan kata kabinet kerja dan memperhatikan tekanan politik yang akan semakin berat, dia menekankan kepada anggota kabinetnya agar tidak terlalu memusingkan komentar dari luar, terutama para anggota parlemen. Yang utama adalah seluruh anggota kabinetnya bekerja terus-menerus.

Dengan demikian, masyarakat juga sudah dijejali kesadaran dari awal bahwa ia tidak menjanjikan banyak hal. Namun, ia percaya bahwa dengan terus bekerja secara berkualitas, maka secara tidak langsung pemerintahannya akan menghasilkan sesuatu yang besar. Ini tentu pilihan diksi yang sangat tepat.

Kerja atau Integritas?

Namun, saya melihat apa yang ingin dicapai oleh Jokowi dengan pemilihan kata "kabinet kerja" tidaklah merepresentasikan proses yang telah dilaluinya dalam pemilihan anggota kabinet. Bagi saya, kabinet ini lebih tepat disebut "kabinet berintegritas". Kenapa demikian? Karena proses pemilihan anggota kabinet Jokowi lebih mementingkan integritas para calon. Lihatlah, di mana Jokowi meminta pendapat terkait histori dan potensi permasalahan anggota kabinetnya ke KPK dan PPATK.

Tentu saja, sebelum ia menyampaikan list calon ke KPK dan PPATK, pertama kali ia melihat kompetensi calon. Namun, yang paling menentukan pada akhirnya, baginya, adalah integritas calon. Soalnya, tanpa calon yang berintegritas, bisa jadi pemerintahannya akan terganggu. Ia akan direpotkan dengan bongkar pasang anggota kabinet dalam lima tahun ke depan.

Jokowi mementingkan integritas di atas kompetensi, dalam pandangan saya, karena ia tidak ingin mengulangi kesalahan pemerintahan sebelumnya. Pada pemerintahan sebelumnya, banyak orang-orang yang kompeten. Sayangnya, karena kompromi dengan partai politik, integritas menjadi dinomorduakan. Akhirnya, seperti kita lihat, pemerintahan yang lalu mestinya bisa menghasilkan hal-hal yang besar, tetapi terseok-seok dengan berbagai skandal.

Ketika mengambil pilihan integritas di atas kompetensi, tentu saja Jokowi akan mendapat protes dari banyak pihak. Lihat saja contoh di mana akademisi ITB mengeluhkan terpilihnya seorang menteri yang, katanya, tidak paham prinsip-prinsip kebijakan perikanan dan kelautan, dengan bahasa-bahasa akademik yang canggih yang digunakannya.

Kemudian, Jokowi lebih mengutamakan orang-orang yang berpengalaman di bidang administrasi dan keuangan daripada substansi teknis. Banyak kementerian yang kini dipimpin oleh mereka yang handal dalam pengelolaan administrasi dan keuangan. Lihat contoh Kementerian Perhubungan yang dipimpin oleh orang keuangan dan Kementerian ESDM yang dipimpin oleh akuntan. Jokowi lebih mementingkan aspek manajerial seorang calon daripada aspek substansinya.

Pilihan ini, lagi-lagi akan mengecewakan banyak pihak, terutama para "tukang insinyur" yang paham substansi di bidangnya. Pos-pos yang biasanya diisi oleh alumni ITB, sebagai contoh, malah diisi oleh orang-orang non-ITB. Alumni ITB malah ditugasi mengisi pos kementerian pariwisata.

Bagi saya, pilihan itu tidak terlepas dari latar belakang Jokowi. Dengan latar belakang kemampuan manajerial yang handal, tentu Jokowi juga akan memilih manajer-manajer yang handal di kabinetnya. Jokowi tidak terlalu mementingkan penguasaan anggota kabinetnya terhadap aspek substansi. Baginya, aspek substansi itu akan ditangani oleh staf di bawah anggota kabinet.

Pengendalian pada Lapis Bawah

Model kabinet yang dipilih oleh Jokowi benar-benar mencontek habis konsep manajemen perusahaan. Ia percaya bahwa jika pemerintahan dipimpin oleh para manajer yang handal, maka kabinetnya akan menghasilkan sesuatu yang membanggakan. Apakah benar demikian?

Asumsi Jokowi akan tepat jika ia bisa mengelola dengan baik sampai dengan para pejabat publik di lapisan bawah. Bahkan, sampai dengan level pelaksana. Pemerintahan saat ini, menurut saya, sudah mencapai suatu langkah besar dari segi konseptual dan simbolik. Tantangannya adalah tahap implementasi, yaitu bagaimana mengelola para direktur jenderal, direktur, dan bahkan pejabat di level bawahnya.

Dengan model kepemimpinan seperti Jokowi ini, maka para pejabat di level bawah akan lebih ditekankan untuk menyusun target yang terukur. Mereka mau tidak mau akan banyak berbicara hal-hal detail. Jika disinkronisasikan dengan tepat, mereka bisa diarahkan untuk mencapai suatu fokus bersama daripada fokus individual di masing-masing struktur.

Kita akan melihat nantinya tahap implementasi ini akan cukup berat bagi Jokowi. Sebagai contoh, lihatlah ketika Jokowi menyuruh anggota kabinet yang berasal dari professional untuk berlari-lari. Ia dapat melakukannya dengan baik, tetapi terkesan risih memerintahkan itu untuk anggota kabinet yang berasal dari birokrasi militer. Ketika anggota kabinet yang berlatar belakang dari militer hanya berjalan saja, dan juga anak dari presiden yang lalu, Jokowi agak sungkan menegurnya.

Kita nantikan gebrakan dari Jokowi berikutnya di tataran bawah ini.

Monday 20 October 2014

New Zealand Slang!

Do you want to know New Zealand's slang, bro?

Just read this, bro!

http://www.brenontheroad.com/travellers-guide-new-zealand-slang/

Bersepeda ke Kampus




Minggu lalu saya mengikuti training yang diorganisasikan oleh Auckland Transport. Saya mengambil kelas expert karena lebih dimaksudkan untuk improvement dan safety. Di training ini saya juga mendapat teori menggunakan gear yang benar.

Hal penting yang menjadi catatan saya adalah, Anda akan didenda $50 jika Anda bersepeda, tetapi:
- Tidak menggunakan helm;
- Salah satu rem bermasalah; atau
- Tidak menggunakan lampu ketika bersepeda di malam hari.


Kedua, ternyata ada teknik menggunakan helm sepeda yang benar. Saya pikir selama ini menggunakan helm tidak ada tekniknya. Asal dipakai saja.

Ketiga, untuk kondisi jalan di Auckland, ternyata kita cukup memainkan gear belakang pada posisi 1 atau 2 ketika menanjak, dan 6 atau 9 (tergantung jumlah gear) kalau menurun. Gear depan cukup diset di posisi 2 (tengah). Jika hanya perlu mengubah posisi gear depan ke posisi 3 atau 1 dalam kondisi ekstrim.

Aturan menggunakan aba-aba ketika berbelok ke kiri atau kanan dengan menggunakan tangan pada dasarnya sama dengan di Indonesia.

Ranking Departemen atau Universitas?

Sebelum saat ini kuliah di AUT, tempo hari sebenarnya saya juga mendapat acceptance letter dari sebuah universitas di New Zealand. Ranking universitas tersebut sebenarnya lebih bagus dari AUT. Hanya saja, ketika saya cek kembali untuk bidang saya, ternyata terjadi trend penurunan ranking pada universitas ini. Di sisi lain, rangking AUT pada bidang saya malah terus meningkat untuk subjek accounting and finance. Karena itu, ketika saya mendaftar ke aplikasi beasiswa NZAS, saya letakkan AUT di pilihan pertama.

Rupanya tahun 2014 ini accounting dan finance di AUT rankingnya meningkat lagi dan masuk ke kelompok 51 - 100 dunia terbaik di dunia, dibanding tahun sebelumnya yang masih di kelompok 100 - 150. Ranking ini saya lihat cukup menunjukkan kualitas suatu departemen/fakultas selama studi di AUT.

Saya suka menghadiri presentasi proposal riset dari departemen lain di AUT. Sepertinya, memang ranking ini cukup merepresentasikan kenyataan jika membanding kualitas antar departemen di AUT.

Apa hikmahnya dari ranking ini? Ini bisa kita lihat secara positif dan negatif. Ini bisa menjadi peluang besar ke mereka yang di Indonesia ketika ingin mendaftar beasiswa. Tentunya, beasiswa akan lebih banyak diberikan oleh departemen yang ranking departemennya masih rendah. Soalnya, mereka membutuhkan periset baru. Namun, mereka harus bisa bekerja secara mandiri.

Kalau dilihat secara negatif, maka mereka yang sangat membutuhkan pendampingan ketika riset agar tidak memilih departemen yang rankingnya masih rendah karena mereka harus benar-benar mandiri ketika riset.

Populernya Ubi Jalar di New Zealand

Di sini, ubi jalar dikenal dengan nama Kumara. Beberapa bulan di sini, saya sering bertanya-tanya, kenapa supermarket memberikan space yang lumayan luas untuk menjaja ubi jalar? Yang bisa menandingi penyediaan space yang luas ini, kalau saya lihat, hanyalah kentang. Kalau kentang diberikan space yang luas, tentu wajar saja karena budaya western sering memakan kentang.

Di negera kita, ubi jalar sering dianggap sebagai makanan kelas bawah, di masa lalu. Syukurnya, belakangan ini kantor-kantor pemerintah sudah mulai membiasakan diri menyediakan ubi jalar untuk hidangan coffee break karena aman untuk mencegah kolesterol buruk. Tapi, kenapa di New Zealand ubi jalar juga populer?

Rupanya, saya baru tahu dari teman istri yang sama-sama bekerja di rumah sakit. Ia kebetulan berasal dari Cina. Katanya, ubi jalar baik untuk mengobati masuk angin. Karenanya, banyak pelanggannya di sini.

Ini akhirnya menjawab pertanyaan saya. Soalnya, di sini kita sering diterpa angin dan akhirnya sering masuk angin. Kalau di Indonesia kita biasa menggunakan kayu putih atau minum tolak angin untuk mengatasi masuk angin, ternyata di sini kita cukup memakan ubi jalar dan itu efektif untuk membuang angin.

Ubi jalar mahal di sini? Ya, kalau Anda membelinya di supermarket. Namun, saya sering membeli ubi jalar dengan harga promosi di toko Asia yang per kantong dihargai sekitar $1.99. Memang, ukurannya kecil-kecil, tetapi tidak masalah karena malah mudah merebusnya.

"Orang pintar..., minum tolak..., ech makan ubi jalar...."

Bagaimana Kalau Melahirkan di New Zealand?


Saya pernah mendapat pertanyaan, apakah seorang istri yang kebetulan mahasiswi Dikti atau beasiswa lain yang non-NZAS ketika melahirkan di sini bisa mendapatkan fasilitas gratis di rumah sakit, seperti umumnya warga negara di sini?

Setelah saya cek, ternyata bisa, asalkan pasangannya/suaminya mempunyai working visa minimal 2 tahun. Soalnya, fasilitas untuk si suami ini sama dengan mahasiswa NZAS, yang fasilitas ini berlaku juga untuk pasangan dan keluarganya. Definisi pasangan (partner) di sini pun sangat luas, di mana bisa berarti pasangannya itu secara biologis berkelamin pria atau wanita.

Karena itu, jika dibalik logikanya, mahasiswa pria yang membawa istri, sebaiknya terlebih dahulu mengurus working visa minimal 2 tahun untuk istrinya agar ia (mahasiswa) dan anak-anaknya mempunyai hak sama ke fasilitas layanan kesehatan publik yang ada si sini.

Ini juga akan membantu, di mana jika tidak penting sekali, ia tidak perlu mengurus insurance lagi untuk keluarganya kalau sudah mempunyai pasangannya sudah mempunyai working visa. Khusus untuk kepentingan studi, mahasiswa di sini dipersyaratkan untuk memiliki asuransi.

Kalau Anda ingin dibiayai dari asuransi untuk melahirkan, saya lihat masih ada peluang itu. Yang saya lihat jelas tidak di-cover oleh asuransi adalah biaya aborsi dan KB saja. Artinya, melahirkan pun masih ada peluang dibiayai oleh asuransi di sini.

Jelasnya, lihat fasilitas ini di link ini:
http://www.health.govt.nz/new-zealand-health-system/publicly-funded-health-and-disability-services/pregnancy-services

Nama di Visa Berbeda dengan di Paspor

Ada pengalaman menarik di sini, yaitu ketika ada salah satu mahasiswa Indonesia tertahan lama di bandara Auckland hanya karena nama yang berbeda. Rupanya, yang bersangkutan telah mengubah namanya dari dua kata menjadi tiga kata di paspornya. Bagi yang pernah naik haji atau akan ke Saudi Arabia, pasti tahu adanya persyaratan khusus ini, di mana setiap orang harus mempunyai tiga kata pada namanya. Karena itu, biasanya kita mengubah nama di paspor menjadi tiga kata, walaupun awalnya di akte hanya ada satu atau dua kata terkait nama kita.

Masalahnya, ketika Anda mendaftar visa ke New Zealand, nama mana yang akan digunakan? Nama yang tiga kata itu atau nama sebelumnya? Nach, ini yang terjadi. Karena mahasiswa tadi menggunakan dua kata pada nama di visanya yang berbeda di paspornya, akhirnya proses pemeriksaan di bandaran Auckland menjadi lama bagi dirinya (menurut info dari salah satu anggota rombongan). Ini akibatnya tidak hanya merepotkan dirinya, tetapi juga rombongannya.

Akhirnya, rombongannya menjadi terganggu ketika tiba di kediaman yang dituju karena kebetulan menggunakan shuttle bus yang sama. Karena itu, Anda harus pastikan betul ketika mendaftar visa NZ nama Anda sudah menggunakan nama yang terakhir diubah, yaitu tiga kata itu. Jangan menggunakan nama sebelumnya.

Namun, dalam pandangan saya, kemungkinan lamanya proses tersebut bisa terjadi bukan sekedar karena nama yang berbeda, tetapi juga histori pernah ke mana saja negara yang dituju oleh pemegang paspor. Atau, si mahasiswa tidak bisa menjawab dengan jelas pertanyaan petugas imigrasi ketika dintrograsi.

Beberapa bulan sebelumnya, pernah ada seorang warga negara Indonesia yang ditolak masuk tanpa penjelasan. Jika tidak segera pulang membeli tiket pada kesempatan pertama, ia harus menginap di ruang penahanan kantor polisi (artinya ia akan mempunyai criminal record pernah ditahan di New Zealand). Untungnya, ada warga Indonesia yang berbaik hati segera membelikan tiket kembali dan warga negara Indonesia itu langsung kembali lagi ke Indonesia, tanpa lewat sama sekali dari kaca pemisah di bandara. Teman yang menjemput hanya bisa berkomunikasi lewat kaca.

Masing-masing lembaga pemberi beasiswa yang sedang gencar mendanai beasiswa ke luar negeri, seperti LPDP, perlu mengontak Kedubes New Zealand di Indonesia terkait hal ini. Kedubes bisa dimintakan bantuan untuk memberikan briefing pengurusan visa dan segala macamnya terkait ketibaan peserta, sebagaimana penerima NZAS. Ini akan sangat bermanfaat.

Paspor Biru atau Hijau?

Pertanyaan ini selalu muncul dari pegawai negeri yang akan kuliah di luar negeri. Ada tiga alasan kenapa Anda menggunakan paspor biru di masa lalu. Pertama, karena adanya fasilitas khusus. Kedua, karena untuk syarat pencairan dana, kalau sumber pengeluaran anggarannya dari pos APBN/D. Ketiga, untuk keperluan penyesuaian ijazah di Kemdikbud ketika pulang nanti.

Namun, tidak semua hal itu sekarang ini relevan. Alasan pertama hanya berlaku kalau Anda pergi ke negara Asean. Ketika tiba di sana biasanya ada jalur khusus untuk paspor dinas/biru yang hampir disamakan dengan paspor diplomatik/merah tua ketika melalui jalur pemeriksaan di imigrasi mereka. Kenapa? Agak rumit menjelaskannya. Yang jelas ini untuk mempercepat karena tidak semua paspor dinas ter-release datanya ke komunitas imigrasi internasional untuk kepentingan tertentu.

Kalau alasan pertama masih dikaitkan dengan kemudahan layanan ketika di pos pengecekan imigrasi Indonesia (keberangkatan/kepulangan), itu pun saat ini sudah tidak tepat lagi. Soalnya, walaupun jalur khusus itu masih ada, layanan kepada pemilik paspor biasa dan dinas sama saja saat ini. Soalnya, negara kita semakin demokratis dan semua orang sama perlakuannya di depan hokum. Malah, saya lihat, kita bisa lebih cepat prosesnya jika melalui jalur paspor biasa karena jalurnya untuk pemeriksaannya sudah banyak, khususnya di Bandara Soekarno-Hatta.

Alasan kedua masih bisa tepat jika pengelola keuangannya menerapkan kewajiban paspor biru. Sebab, pada dasarnya, walaupun Anda menggunakan paspor hijau dan itu ditugaskan negara secara formal, maka negara wajib biaya perjalanan Anda. Sama dengan olah-ragawan yang bertanding ke luar negeri atas nama negara. Mereka menggunakan paspor hijau dan bisa dibiayai negara. Begitu juga delegasi resmi negara di mana ada orang-orang swasta ikut di dalamnya.

Setahu saya, yang paling ketat harus menggunakan paspor dinas adalah dari beasiswa Bappenas (Spirit). Kalau Kemdikbud, saya lihat tidak ketat. Sepanjang nanti Anda bisa menyampaikan visum surat perjalanan dinas, maka biaya terkait beasiswa Anda akan dibayar. Saya belum memantau yang dari Kemkeu (LDP).

Alasan ketiga dulu sangat relevan. Anda tidak akan dilayani penyesuaian ijazah luar negerinya kalau tidak menggunakan paspor biru. Bahkan, di paspor Anda akan dicek apakah ada exit permit dari Kemlu. Biarpun Anda orang swasta, dulu syarat ini berlaku sepanjang Anda butuh penyesuaian di Kemdikbud.

Belakangan syarat ini diperlunak. Yang disyaratkan adalah adanya surat ijin Setneg. Jadi, bagi yang belum memiliki surat ijin Setneg, darimana pun sumber dana kuliah Anda, dan Anda nanti membutuhkan penyesuaian ijazah untuk karir Anda selanjutnya, uruslah segera kalau belum memilikinya.

Khusus bagi yang menggunakan paspor dinas, kelemahan utamanya adalah birokrasi yang rumit dan exit permit Anda hanya berlaku sekali. Ketika kembali ke Indonesia untuk riset lapangan atau liburan dan akan kembali lagi ke luar negeri untuk kembali studi, maka Anda harus menyiapkan waktu untuk mengurus exit permit baru (secara manual) ke Kemlu setelah mendapat pengantar dari Kedubes Indonesia di New Zealand (secara elektronik).

Visitor atau Working Visa?

Bagi mahasiswa yang mau datang ke New Zealand, sering kali menanyakan untuk suami atau istri yang akan diikutkan bersama sebaiknya menggunakan visa visitor atau visa bekerja? Ada satu case, di mana mahasiswa master ini dibiayai dari NZAID, tetapi karena anaknya masih kecil, ia perkirakan istrinya tidak mungkin bekerja ketika di sini. Karena itu, ia mengajukan visitor visa. Ini juga agar ia cukup membayar biaya yang murah. Satu aplikasi visa untuk istri dan kedua anaknya.

Ternyata, ia mendapat informasi dari petugas imigrasi New Zealand di Indonesia bahwa dengan kondisi membawa 2 anak dan mengajukan visitor visa si istri harus mempunyai rekening bank paling tidak Rp 288 juta. Jika mengajukan visa kerja, ia cukup mempunyai rekening $NZ 4,200.

Loginya begini. Kalau Anda istri/suami Anda mengajukan visa kerja, maka istri/suami Anda diasumsikan akan dapat mencari nafkah tambahan di sini. Karena itu, imigrasi New Zealand hanya mensyaratkan jaminan adanya dana di rekening bank Anda $4,200 untuk istri/suami Anda.

Nach, mudah-mudahan bagi calon mahasiswa yang masih bingung memilih visa untuk istri/suaminya, pengalaman ini perlu menjadi pegangan.

Sunday 19 October 2014

Mengganti Kaca Mata dengan Asuransi

Saya pernah menggunakan fasilitas asuransi untuk membeli kaca mata di sini. Rupanya, kita setiap tahunnya dapat mengganti kaca mata dengan dana maksimal $300 dari penggantian asuransi. Sebelumnya, saya sempat membeli kaca mata baca di toko pharmacy di sini seharga $20. Rupanya, kaca mata itu tidak cocok dengan mata saya. Soalnya, mata kiri dan kanan saya tidak sama plus-minusnya. Istilahnya, saya harus membeli kaca mata berbasis resep.

Untuk mengganti kaca mata yang langsung dibayar oleh asuransi, pertama, saya registrasi melalui link ini http://www.sscorporate.co.nz/Insurance/SSafe/SSafe_claims.asp. Esok paginya saya sudah mendapat telepon dari salah satu toko http://www.specsavers.com/ di Glanfield Mall.

Tadinya, sebelum tiba di toko, petugasnya menanyakan lewat telepon dalam 2 tahun ini apakah saya pernah memeriksakan mata. Saya bilang, di sini belum, tetapi kalau di Indonesia pernah. Katanya, silahkan membawa berkas yang lama. Kalau perlu pemeriksaan, saya akan di-charge $60. Waduch, repot juga, kata hati saya. Harus menambah dana lagi $60.

Ternyata, di toko kaca mata itu, setelah selesai pemeriksaan, total semua biaya saya dianggap sudah cukup di-cover oleh asuransi, termasuk biaya pemeriksaan itu. Walaupun, memang, si petugas sempat menawarkan bermacam-macam tipe kaca mata agar saya mau membayar di atas budget asuransi. Dia tawarkan saya membeli dua pasang kaca mata. Jaga-jaga kalau hilang satu, katanya. Saya bilang, saya hanya membutuhkan satu kaca mata baca. Untuk itu, saya memilih kaca mata dari bahan Titanium. Harganya lumayan tinggi, sekitar $450 (termasuk kacanya). Syukurnya, saat itu sedang ada diskon 50%.

Setelah selesai, pas diukur lagi posisi mata saya, si petugas menawarkan lagi, karena frame (ternyata asuransi kita menanggung sampai frame) yang saya pilih bagian bawahnya pakai tali (supaya tidak cepat berkarat karena keringat) ada risiko mudah pecah, dia tawarkan apakah saya mau termasuk anti pecahnya. Harganya sekitar $100 lebih dan itu lewat budget saya yang dari asuransi. Saya tetap berpatokan ke budget.

Akhirnya, setelah semua proses, saya katanya akan diinfokan dalam waktu dua minggu. Saya pun tidak perlu membayar dulu. Semua sudah dihandle oleh asuransi (walaupun saya masih was-was apakah benar frame itu ditanggung juga oleh asuransinya. Jangan-jangan nanti ketika mengambil kaca mata dua minggu lagi di-charge harga framenya, seperti di Indonesia). Ternyata semua berjalan lancar. Tidak sampai satu minggu saya sudah ditelepon lagi untuk mengambil kaca mata dan mengepaskan posisinya di telinga saya.

"Missing in North Shore"

http://www.nzherald.co.nz/nz/news/article.cfm?c_id=1&objectid=11262255&ref=nzh_fbpage

Ini mungkin judul yang lebih tepat. Kejadian hilangnya seorang ibu rumah tangga yang umurnya 50-an sudah sedikit menjawab pertanyaan saya selama ini, yaitu kenapa ketika berpapasan dengan orang-orang Asia di North Shore, mereka cenderung menghindar. Mereka yang umumnya berasal dari Asia jarang mau menegor kita ketika berpapasan. Mereka cenderung menghindar.

Tadinya, saya menduga sikap ini lebih banyak karena mereka berasal dari negara konflik, seperti Filipina, atau Negara tertutup seperti Cina. Jadi, mereka cenderung curiga dengan orang asing. Akibatnya, mereka terkesan tidak ramah.

Rupanya, bukan karena itu penyebab utamanya. Bisa jadi kejadian seperti inilah penyebabnya. Kejadian seperti ini rupanya sudah pernah terjadi juga di North Shore. Maklum saja, pulang jam 7 saja sudah terasa sunyi sekali di jalan. Saya malah pernah cuma sendirian di bis dari Stasiun Akaronga ke rumah saya. Bayangkan, kalau kita harus jalan dari halte bus ke rumah kita yang cukup jauh seperti ibu yang hilang ini.

Mungkin ini salah satu sebab yang membentuk orang Asia di North Shore cenderung menghindar ketika berpapasan dengan orang lain.

Mendidik Pejabat Publik

Tantangan terberat mendidik pejabat publik di Indonesia adalah mengakui adanya masalah. Biasanya, ketika seorang pejabat menghadapi kondisi terbukanya informasi kebobrokan di organisasinya, langkah pertama adalah menghindari untuk mengakui adanya masalah itu (avoidance). Karena itu, ketika saya menjadi adviser di beberapa instansi pemerintah di bidang egovernment, langkah terberat yang sering saya lakukan adalah adanya pengakuan (retreat) atau mendefinisikan masalah. Masalah tersebut biasanya dirumuskan secara bersama dengan pejabat puncak dan pelaku kunci. Dalam riset, hal ini lebih dikenal sebagai riset secara partisipatif.

Mengapa pejabat publik cenderung menghindar mengakui adanya masalah? Generasi pejabat publik di jenjang puncak saat ini kebanyakan adalah hasil produk sistem Orde Baru, tidak peduli mereka dari akademisi atau murni birokrat. Di zaman Orde Baru, kita mengenal adanya Kodak Pos 5000 atau Opstib. Kalau ada keluhan atau pengaduan yang masuk ke Kotak Pos 5000, Anda tahu apa yang dilakukan dulu? Menelusuri siapa orang yang melaporkan itu dan bukannya fokus merumuskan akar masalah yang dilaporkan itu.

Jadi, tidak aneh jika pejabat sekelas Dirjen, seperti permasalahan pencairan beasiswa Dikti tempo hari, akan merespon seperti itu. Ini adalah soal produk sistem. Hanya saja, ada kemajuan saat ini. Bukan berarti laporan keluhan seperti pencairan beasiswas itu tidak ditindaklanjuti. Saya yakin pasti akan ditindaklanjuti. Hanya saja para pejabat kita itu sering tidak mau kehilangan muka ketika hal seperti ini mengemuka.

Apa yang bisa kita lakukan? Menurut saya, kita harusnya lebih dini, sering, dan berani menyampaikan keluhan agar para pejabat atau manajer instansi public terlatih merespon dan menyelesaikan secara tuntas setiap keluhan, alih-alih menghindar. Mendidik pejabat adalah dimulai dari kita sendiri, para working class, terdidik ataupun tidak, yang saya lihat masih menjadi tantangan ke depan. Baiknya, kita pun harus sering memberikan keluhan ke pejabat agar mereka semakin terlatih menangani masalah di organisasinya.

Tukang Tipu di New Zealand

Anda bilang tidak ada tukang tipu (scammer) di New Zealand? Well, jangan terlalu percaya dulu. Di sini banyak sekali aturan dibuat. Tentu aturan ini dibuat karena banyaknya kriminalitas di masa lalu. Salah satu hal yang Anda perlu berhati-hati adalah penipuan pekerjaan atau juga penipuan ke pekerja. Dari yang saya baca di koran sini, banyak yang sudah terkuras uangnya akibat tukang tipu.

Saya pernah berkomunikasi langsung dengan mereka. Kebetulan, saya menerima email penawaran kerja. Padahal, saya tidak merasa melamar pekerjaan ini. Sebenarnya juga, kalau punya email gmail, Anda akan menerima pemberitahuan adanya risiko tersebut. Sayangnya, gmail hanya menginformasikan bahwa email sejenis dikirim ke banyak orang. Gmail tidak menginformasikan email itu scam atau tidak. Hanya sekedar warning.

Iseng-iseng, saya mereply email tadi. Kemudian, saya mendapat jawaban. Jawabannya juga sangat meyakinkan. Bahkan, mereka menginformasikan websitenya. Ini websitenya www.kdl-goods.com dan masih hidup sampai sekarang.

Kemudian, saya trace di mana website itu di-hosting. Hmm, ternyata di Colombia. Padahal, perusahaan ini mengaku berbasis di US. Selanjutnya, saya dihubungi per telepon. Syukurnya, ketika ketika menerima telepon di HP, di sini asal negara, kalau teleponnya dari luar negeri, akan tampak dengan jelas. Nomornya ternyata berasal dari Colombia. Saya jawab sedapatnya dan saya akhirnya mendapat kontrak lewat email.

Karena saya curiga, akhirnya saya isi kontrak tersebut, kemudian ketika di isian kolom rekening bank, saya tidak menginformasikan rekening saya, tetapi istri saya. Kemudian, saya kirim ke mereka kontrak tersebut. Belakangan, saya mendapat pertanyaan dari mereka, siapakah nama di rekening tersebut? Saya bilang itu rekening istri saya. Ech, mereka ternyata tidak mengontak lagi.

Penasaran lagi, saya kontak otoritasi penipuan semacam ini di sini. Setelah satu hari, mereka langsung menjawabnya bahwa benar itu adalah tukang tipu. Itu Scammer dari Nigeria, kata mereka. "Lach, kalau tukang tipu, kenapa Anda tidak cantumkan daftar blacklist di website Anda?" tanya saya lagi. Negaranya pun Anda salah menyimpulkan, kata hati saya. Otoritas ini berargumentasi bermacam-macam. Mereka katanya hanya dapat memberi warning secara umum.

Jadi, berhati-hatilah, tidak hanya di Indonesia banyak tukang tipu. Di sini juga ada tukang tipunya.

Membeli Mobil di Auckland











Bagi yang Anda yang akan membeli mobil di Auckland, penting untuk mengetahui WOF. Kebetulan, saya pernah memperpanjang WOF. Apa itu WOF? Sederhana saja sebenarnya, ini adalah uji layak jalan atau tidaknya mobil kita. Untuk mobil yang dikeluarkan di bawah tahun 2000, uji kelayakan dilakukan setiap 6 bulan. Mobil keluaran tahun 2000 dan setelahnya cukup 1 tahun sekali.

Dari bincang-bincang, saya baru tahu bahwa memang kalau ada kendaraan yang sudah "merepotkan", di New Zealand ini paling gampang menjualnya ke mahasiswa di sini. Soalnya, mahasiswa jarang menggunakannya untuk jarak jauh dan lama penggunaannya pun antara satu - dua tahun, selama mereka studi di sini.

Agar Anda tidak memperoleh mobil yang merepotkan nantinya, perlu diperhatikan betul kapan WOF berakhir. Jangan sampai ketika Anda membeli, Anda harus uji kelayakan lagi. Untuk WOF ini, Anda harus mengeluarkan biaya lagi untuk perbaikan kalau ada yang tidak layak.

Selain itu, ketika membeli, Anda harus perhatikan kapan REGO berakhir. Jangan sampai, baru membeli, Anda harus membayar REGO kembali, yang per 6 bulannya sekitar $140 (walaupun Anda sebenarnya bisa membayar per tiga bulan atau 12 bulan). Apa itu REGO? Mudahnya, semacam perpanjangan STNK di sini. Tidak repot mengurusnya. Cukup di kantor pos, asalkan Anda mempunyai uang yang cukup.

Namun, jangan terlalu yakin, ketika WOF masa kadaluarsanya masih panjang kemudian lantas semua masalah mobil tidak ada. Soalnya, ternyata yang diteliti ketika uji kelayakan untuk memperoleh WOF itu hanyalah aspek perlampuan, wiper, klakson, dan rem. Artinya, jika WOF lulus, kemungkinan sistem kelistrikan mobil itu normal. Tidak ada kemungkinan korslet seperti mobil-mobil tua di Indonesia.

Hanya saja, untuk rem Anda harus perhatikan betul. Sebab, uji kelayakan rem hanya melihat seberapa pakem rem mobil dan ketebalan kanpas. Ia tidak mengecek ketebalan cakram mobil. Jadi, kalau Anda membeli mobil di sini, Anda harus membuka bannya atau masukan jari-jari ke sela yang ada jika memungkinkan, dan kemudian cek ketebalan cakram mobil. Mengganti cakram mobil di sini bisa sekitar $150 - $300 (kadang malah tanggung, harus sekalian dengan mengganti kanpasnya agar tidak dua kali terkena biaya tenaga kerja).

Kemudian -- nach ini yang tidak dijamin di WOF – Anda harus periksa kebocoran mesin. Cek apakah ada oli yang merembes. Juga radiator mobil. Apakah ada karat? Kalau ada karat di radiator, itu sudah menjadi indikator radiator bocor. Menggantinya sekitar $250. Di sini tidak ada tukang solder radiator. Cek juga apakah aki masih memberikan indikator hijau. Di sini umumnya mobil menggunakan aki kering. Jadi, kalau aki tekor, panaskan mesin mobil seperempat menit, aki akan langsung mengisi (sepanjang sistem pengisian mobil Anda normal). Kita tidak perlu mengganti air aki terlebih dulu karena sudah basi airnya, seperti di Indonesia.

Yang penting kemudian, ini yang susah, cek suara mesin, ketika membeli mobil di sini. Bagaimana mengetesnya? Yang ahli pun sebenarnya susah menjaminnya. Standar sederhana, Anda sentak gas tiba-tiba, dengarkan suaranya stabil, empuk, atau tidak. Kalau ada suara nyaring atau tidak stabil, itu indikator mesin sudah mengalami gangguan. Kalau sekedar suara mobil pincang, bagi saya tidak penting. Bisa segera menanganinya dengan mengganti businya, walaupun agak mahal di sini. Kalau tidak salah sekitar $25 - $50 untuk 4 busi.

Pertanyaan yang sering muncul, enaknya di sini membeil mobil manual atau matic? Yach, ini tergantung orangnya. Memang, wanita umumnya lebih aman menggunakan matic di sini, karena banyaknya turunan dan tanjakan. Risikonya, mobil matic tidak bisa didorong kalau mogok. Harus memanggil teknisi. Jadi, Anda harus rajin melihat sistem pengapian mobil matic apakah normal atau tidak. Jangan sampai mati mesin di jalan.

Yang penting lagi, kalau Anda suka mobil matic, perhatikan betul sistem transmisinya masih normal atau tidak sebelum memberli. Cek dengan menjalankannya naik-turun di jalanan, apakah transmisinya berpindah dengan baik. Kemudian, ini kata teman saya, cium bau minyak transmisi. 

Kalau ada bau terbakar, itu alamat transmisinya rusak. Di sini banyak mobil matic yang dijual murah, sekitar $2000 - $3000, tetapi Anda harus memperbaiki sistem transimisi yang sekitar $4000.
Kalau mobil yang dipilih menggunakan timing belt, lihat catatan timing belt di mobil, perhatikan km berapa lagi mesti diganti . Kalau sudah dekat, siap-siap Anda harus menggantinya. Kalau tidak salah sekitar $200 harganya.

Ada nasehat teman yang saya belum yakin benar dan ada konsekuensi ke harga mobil. Kalau cari mobil di sini, jangan yang km-nya lebih dari 200.000. Pasti ada saja masalahnya. Saya tidak yakin apakah kita bisa mudah mendapatkan mobil di bawah km 200.000. Kalau kita melihat group di facebook "car under $2000", umumnya ya mobil yang dijual di atas km 200.000.

Satu lagi, perhatikan asesori. Handle buka pintu harus diteliti apakah ada kemacetan atau tidak. Putaran wiper stabil atau tidak (untuk memastikan jangan sampai Anda harus mengganti dinamo wiper atau sekitarnya). Lebih enaknya, lihat apakah di sekitaran komponen pemutar wiper apakah ada yang patah atau tidak (ini susah memperbaikinya karena harus membuka dashboard).

Och, yach, bagi yang tinggal di city, siapkan anggaran sama dengan sewa kamar seminggu di city untuk mobil Anda, yang tidak masalah bagi mereka yang tinggal di pinggiran (walapun Anda bisa tangani dengan memarkir di lokasi tertentu, yang kawan saya dari Pakistan bilang, lokasinya ada di city).

Untuk SIM, saya masih menggunakan SIM Indonesia yang sudah diterjemahkan di Indonesia. Namun, sebaiknya sebelum Anda menyetir sendiri di sini, tandem dulu dengan yang sudah berpengalaman satu dua kali. Saya sendiri, kalau menjelajahi lokasi baru, tetap saja hampir bersenggolan dengan mobil lain. Dan respon supir di sini, kalau kita salah menyetir, mereka tidak segan-segan mengklakson dengan keras atau bahkan ditabrakkan langsung jika itu jalur mereka. Mereka selalu punya asuransi, soalnya. Sumpah serapah dari mereka pun, kalau Anda salah jalan, tidak aneh. Cuma, mereka umumnya tidak mau mengajak berduel di jalan, seperti di negara kita.

Untuk menservis mobil, ternyata orang di sini sangat mandiri. Jangan bayangkan seperti di Indonesia. Mereka mengganti oli sendiri di sini. Saya juga sudah melakukannya langsung, dibantu seorang teman di sini. Bahkan, mengganti kanpas rem pun saya dengan teman menggantinya langsung di rumahnya. Membeli spare part di sini pun sangat mudah.

Selamat membeli mobil!

Integrasi Sistem Keuangan dan Sistem Operasi

Beberapa waktu lalu kita mendengar gonjang-ganjing soal terlambatnya pencairan beasiswa Dikti untuk mahasiswa yang sedang kuliah di luar negeri. Anda bisa bayangkan bagaimana pusingnya para mahasiswa itu. Namun, ketika melihat pernik-pernik yang ada -- baik karena pencairan dana beasiswa yang terlambat, jalan rusak di mana-mana, orang miskin tidak diurusi, dan seterusnya—saya cenderung berhati-hati ketika menyimpulkan.

Kasus keterlambatan pencairan beasiswa Dikti ini adalah contoh nyata di mana banyak masyarakat terdidik sebagai customer negara merasakan langsung masalah sistem keuangan kita. Hanya saja, kita saat ini cenderung melihatnya dari sisi luar, memberikan tekanan ke pejabat publik melalui media dan sebagainya, baik dengan petisi online, atau apapun namanya (etic perspective). Ketika pemimpin tidak merakyat, saya rasa pendekatan itu memang pas. Namun, ketika kita sudah mempunyai pemimpin yang katanya merakyat, Jokowi, mestinya pendekatan itu diubah, dengan melihat secara kritis kondisi yang ada, dan masuk ke dalam sistem untuk memperbaikinya (emic perspective).

Masalahnya, saya lihat saat ini masih ada dikotomi antara sistem keuangan dan sistem operasi di negara kita. Para pakar dan praktisi pada kedua bidang ini pun sering mempunyai agenda masing-masing. Sebagai contoh, alumni ITB kebanyakan berkutat di sistem operasi (walau sekarang sudah memiliki school of business) yang akhirnya, ketika menjadi pejabat BPH Migas atau Menteri ESDM, tidak mengerti sistem akuntabilitas keuangan atau memang tidak mau tahu. Karenanya, wajar saja jika dalam satu dekade belakangan ini banyak orang operasi, utamanya para engineer, berurusan dengan KPK atau penegak hukum lainnya.

Karena itu, sudah saatnya dibangun dialog yang intens antara akademisi dan praktisi di kedua sistem ini. Anda yang di bidang operasi -- juga para dosen kampus negeri atau swasta-- harus memahami substansi sistem keuangan negara, di mana ia menjadi darahnya operasi, dan tidak sekedar mengeluh. Contohnya, adalah ketika kita berbicara enerji listrik, pada akhirnya kita akan berbicara sistem costing, berapa tarif listrik yang wajar. Begitu juga ketika kita menentukan berapa budget yang wajar untuk pembiayaan pendidikan (yang saat ini lagi-lagi sebenarnya masih dengan line budgeting).

Sebenarnya, banyak akademisi keuangan yang tertarik berbicara atau dialog terkait kedua bidang ini. Sayangnya, karena keterbatasan pengetahuan di orang keuangan, di mana mereka dulunya ditanamkan keuangan adalah bidangnya orang sosial (IPS), sehingga tidak perlu pintar amat -- yang salah kaprah -- terdapat keterbatasan keilmuan di antar mereka. Kita memerlukan lompatan besar di mana para akademisi keuangan dapat memahami sistem operasi. Karena itu, cara paling mudah adalah dengan adanya saling sharing di antara kedua pihak ini ke depannya.

Jika diteliti lagi, sebenarnya pun pada praktiknya mereka yang mengelola sistem keuangan saat ini di masing-masing instansi pemerintah masih memiliki masalah. Mereka bukan orang yang kompeten. Mereka biasanya dulu adalah orang-orang yang menganggur, tidak bisa dikembangkan lagi, atau susah diatur pimpinan. Anehnya, mereka diberikan tugas mengurusi keuangan ini agar mereka memiliki kerjaan rutin dan betah masuk kantor. Kesannya, mengurusi keuangan adalah cukup ditunjuk orang yang tidak kompeten. Ini perlu segera kita tangani jika masalah yang kita hadapi, seperti kasus keterlambatan bea siswa Dikti, tidak ingin berulang.

Pencurian Laptop

Rupanya, tidak hanya di Indonesia saja pencurian laptop secara sistematis dilakukan, dari mulai pencurian di rumah pribadi, perkantoran, warnet, bahkan di sekolahan. Di Auckland pun kampus bisa kecurian laptop. Padahal, di sini, cctv sudah ada di mana-mana.

Saya mendapat email security warning ini dari kampus saya:

Hi all

We have had a break-in into a XXX staff office, where a laptop and some personal belongings were taken. Another incident has resulted in 7 laptops being stolen from a XXX classroom.

Can I please take this opportunity to remind staff to be vigilant with security matters, and report any concerns to Security x9997 immediately. Please also remember to report any missing laptops in classrooms to ICT as soon as they are noticed missing.

The following are some good tips to follow:
· Remove any 'valuable' items from sight in offices (including alcohol iPads etc)
· Staff with laptops should be taking these home wherever practical, or ensure it is locked away out of sight
· Report any suspicious behaviour to security

Tukang Tipu Mengaku dari IRS

Banyak saja orang melakukan penipuan di sini. Beberapa waktu lalu, saya mendapa telepon ke nomor di rumah. Katanya, dia dari IRS. "You have a problem with your tax return," katanya. Begitu saya tanya dia mau bicara dengan siapa, dia malah bilang: "Please tell me your name." Aneh-aneh saja memang. Terus saya bilang saja ke dia, "Kamu itu sedang diinvestigasi polisi." Walah, dia malah ngeyel: "Please, tell me more."

Tukang tipu ini berlogat Asia. Mirip dengan di Indonesia, dia menelepon dengan nomor mobile. Tampaknya pula, dia menelepon dari jalan.

Yang cukup aneh, di New Zealand kami tidak mengenal IRS. Yang ada adalah IRD. Ini mirip seperti Ditjen Pajak kalau di Indonesia.

Dari yang saya baca di media di sini, yang menjadi target adalah orang asing atau migran. Kenapa demikian? Mungkin karena orang asing di sini lebih mengenal kata IRS. Di US, IRS merupakan lembaga yang disegani. Jadi, mereka sengaja menggunakan IRS untuk menakuti para migran di sini agar bisa ditipu.

Tidak Selalu, Cari Kerja di Auckland itu susah

Selama ini, kesannya, mencari kerja sambilan di New Zealand, utamanya Auckland, cukup susah bagi mahasiswa di sini. Namun, asumsi itu tidak selalu benar. Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan orang Indonesia yang memiliki usaha jasa cleaning di daerah North Shore. Biasanya, setelah jumatan, kami warga Indonesia mengobrol-ngobrol sebentar.

Pada obrolan itu, menyatakan kesulitannya mencari tenaga kerja untuk membantunya. Kalau tidak berhasil juga merekrut tenaga kerja baru, rencanya ia akan mau menjual beberapa kliennya ke perusahaan jasa cleaning lainnya. Nach, obrolan ini membantah bahwa mencari kerja sambilan di Auckland itu susah. Menurut saya, yang lebih susah adalah mencari tenaga kerja yang mau bekerja sambilan di jasa cleaning ini.

Nach, bagi Anda yang akan akan ke New Zealand, jangan takut kalau susah mencari kerja sambilan di sini. Masih banyak peluang yang bisa dijajagi, kalau Anda sempat untuk membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Dari pengalaman saya, ternyata tidak mudah membagi waktu ini. Masalahnya, para pemberi kerja di sini ingin kepastian Anda bisa menyediakan waktu yang cukup untuk bekerja dengan mereka.