Monday 20 October 2014

Ranking Departemen atau Universitas?

Sebelum saat ini kuliah di AUT, tempo hari sebenarnya saya juga mendapat acceptance letter dari sebuah universitas di New Zealand. Ranking universitas tersebut sebenarnya lebih bagus dari AUT. Hanya saja, ketika saya cek kembali untuk bidang saya, ternyata terjadi trend penurunan ranking pada universitas ini. Di sisi lain, rangking AUT pada bidang saya malah terus meningkat untuk subjek accounting and finance. Karena itu, ketika saya mendaftar ke aplikasi beasiswa NZAS, saya letakkan AUT di pilihan pertama.

Rupanya tahun 2014 ini accounting dan finance di AUT rankingnya meningkat lagi dan masuk ke kelompok 51 - 100 dunia terbaik di dunia, dibanding tahun sebelumnya yang masih di kelompok 100 - 150. Ranking ini saya lihat cukup menunjukkan kualitas suatu departemen/fakultas selama studi di AUT.

Saya suka menghadiri presentasi proposal riset dari departemen lain di AUT. Sepertinya, memang ranking ini cukup merepresentasikan kenyataan jika membanding kualitas antar departemen di AUT.

Apa hikmahnya dari ranking ini? Ini bisa kita lihat secara positif dan negatif. Ini bisa menjadi peluang besar ke mereka yang di Indonesia ketika ingin mendaftar beasiswa. Tentunya, beasiswa akan lebih banyak diberikan oleh departemen yang ranking departemennya masih rendah. Soalnya, mereka membutuhkan periset baru. Namun, mereka harus bisa bekerja secara mandiri.

Kalau dilihat secara negatif, maka mereka yang sangat membutuhkan pendampingan ketika riset agar tidak memilih departemen yang rankingnya masih rendah karena mereka harus benar-benar mandiri ketika riset.

Populernya Ubi Jalar di New Zealand

Di sini, ubi jalar dikenal dengan nama Kumara. Beberapa bulan di sini, saya sering bertanya-tanya, kenapa supermarket memberikan space yang lumayan luas untuk menjaja ubi jalar? Yang bisa menandingi penyediaan space yang luas ini, kalau saya lihat, hanyalah kentang. Kalau kentang diberikan space yang luas, tentu wajar saja karena budaya western sering memakan kentang.

Di negera kita, ubi jalar sering dianggap sebagai makanan kelas bawah, di masa lalu. Syukurnya, belakangan ini kantor-kantor pemerintah sudah mulai membiasakan diri menyediakan ubi jalar untuk hidangan coffee break karena aman untuk mencegah kolesterol buruk. Tapi, kenapa di New Zealand ubi jalar juga populer?

Rupanya, saya baru tahu dari teman istri yang sama-sama bekerja di rumah sakit. Ia kebetulan berasal dari Cina. Katanya, ubi jalar baik untuk mengobati masuk angin. Karenanya, banyak pelanggannya di sini.

Ini akhirnya menjawab pertanyaan saya. Soalnya, di sini kita sering diterpa angin dan akhirnya sering masuk angin. Kalau di Indonesia kita biasa menggunakan kayu putih atau minum tolak angin untuk mengatasi masuk angin, ternyata di sini kita cukup memakan ubi jalar dan itu efektif untuk membuang angin.

Ubi jalar mahal di sini? Ya, kalau Anda membelinya di supermarket. Namun, saya sering membeli ubi jalar dengan harga promosi di toko Asia yang per kantong dihargai sekitar $1.99. Memang, ukurannya kecil-kecil, tetapi tidak masalah karena malah mudah merebusnya.

"Orang pintar..., minum tolak..., ech makan ubi jalar...."

Bagaimana Kalau Melahirkan di New Zealand?


Saya pernah mendapat pertanyaan, apakah seorang istri yang kebetulan mahasiswi Dikti atau beasiswa lain yang non-NZAS ketika melahirkan di sini bisa mendapatkan fasilitas gratis di rumah sakit, seperti umumnya warga negara di sini?

Setelah saya cek, ternyata bisa, asalkan pasangannya/suaminya mempunyai working visa minimal 2 tahun. Soalnya, fasilitas untuk si suami ini sama dengan mahasiswa NZAS, yang fasilitas ini berlaku juga untuk pasangan dan keluarganya. Definisi pasangan (partner) di sini pun sangat luas, di mana bisa berarti pasangannya itu secara biologis berkelamin pria atau wanita.

Karena itu, jika dibalik logikanya, mahasiswa pria yang membawa istri, sebaiknya terlebih dahulu mengurus working visa minimal 2 tahun untuk istrinya agar ia (mahasiswa) dan anak-anaknya mempunyai hak sama ke fasilitas layanan kesehatan publik yang ada si sini.

Ini juga akan membantu, di mana jika tidak penting sekali, ia tidak perlu mengurus insurance lagi untuk keluarganya kalau sudah mempunyai pasangannya sudah mempunyai working visa. Khusus untuk kepentingan studi, mahasiswa di sini dipersyaratkan untuk memiliki asuransi.

Kalau Anda ingin dibiayai dari asuransi untuk melahirkan, saya lihat masih ada peluang itu. Yang saya lihat jelas tidak di-cover oleh asuransi adalah biaya aborsi dan KB saja. Artinya, melahirkan pun masih ada peluang dibiayai oleh asuransi di sini.

Jelasnya, lihat fasilitas ini di link ini:
http://www.health.govt.nz/new-zealand-health-system/publicly-funded-health-and-disability-services/pregnancy-services

Nama di Visa Berbeda dengan di Paspor

Ada pengalaman menarik di sini, yaitu ketika ada salah satu mahasiswa Indonesia tertahan lama di bandara Auckland hanya karena nama yang berbeda. Rupanya, yang bersangkutan telah mengubah namanya dari dua kata menjadi tiga kata di paspornya. Bagi yang pernah naik haji atau akan ke Saudi Arabia, pasti tahu adanya persyaratan khusus ini, di mana setiap orang harus mempunyai tiga kata pada namanya. Karena itu, biasanya kita mengubah nama di paspor menjadi tiga kata, walaupun awalnya di akte hanya ada satu atau dua kata terkait nama kita.

Masalahnya, ketika Anda mendaftar visa ke New Zealand, nama mana yang akan digunakan? Nama yang tiga kata itu atau nama sebelumnya? Nach, ini yang terjadi. Karena mahasiswa tadi menggunakan dua kata pada nama di visanya yang berbeda di paspornya, akhirnya proses pemeriksaan di bandaran Auckland menjadi lama bagi dirinya (menurut info dari salah satu anggota rombongan). Ini akibatnya tidak hanya merepotkan dirinya, tetapi juga rombongannya.

Akhirnya, rombongannya menjadi terganggu ketika tiba di kediaman yang dituju karena kebetulan menggunakan shuttle bus yang sama. Karena itu, Anda harus pastikan betul ketika mendaftar visa NZ nama Anda sudah menggunakan nama yang terakhir diubah, yaitu tiga kata itu. Jangan menggunakan nama sebelumnya.

Namun, dalam pandangan saya, kemungkinan lamanya proses tersebut bisa terjadi bukan sekedar karena nama yang berbeda, tetapi juga histori pernah ke mana saja negara yang dituju oleh pemegang paspor. Atau, si mahasiswa tidak bisa menjawab dengan jelas pertanyaan petugas imigrasi ketika dintrograsi.

Beberapa bulan sebelumnya, pernah ada seorang warga negara Indonesia yang ditolak masuk tanpa penjelasan. Jika tidak segera pulang membeli tiket pada kesempatan pertama, ia harus menginap di ruang penahanan kantor polisi (artinya ia akan mempunyai criminal record pernah ditahan di New Zealand). Untungnya, ada warga Indonesia yang berbaik hati segera membelikan tiket kembali dan warga negara Indonesia itu langsung kembali lagi ke Indonesia, tanpa lewat sama sekali dari kaca pemisah di bandara. Teman yang menjemput hanya bisa berkomunikasi lewat kaca.

Masing-masing lembaga pemberi beasiswa yang sedang gencar mendanai beasiswa ke luar negeri, seperti LPDP, perlu mengontak Kedubes New Zealand di Indonesia terkait hal ini. Kedubes bisa dimintakan bantuan untuk memberikan briefing pengurusan visa dan segala macamnya terkait ketibaan peserta, sebagaimana penerima NZAS. Ini akan sangat bermanfaat.

Paspor Biru atau Hijau?

Pertanyaan ini selalu muncul dari pegawai negeri yang akan kuliah di luar negeri. Ada tiga alasan kenapa Anda menggunakan paspor biru di masa lalu. Pertama, karena adanya fasilitas khusus. Kedua, karena untuk syarat pencairan dana, kalau sumber pengeluaran anggarannya dari pos APBN/D. Ketiga, untuk keperluan penyesuaian ijazah di Kemdikbud ketika pulang nanti.

Namun, tidak semua hal itu sekarang ini relevan. Alasan pertama hanya berlaku kalau Anda pergi ke negara Asean. Ketika tiba di sana biasanya ada jalur khusus untuk paspor dinas/biru yang hampir disamakan dengan paspor diplomatik/merah tua ketika melalui jalur pemeriksaan di imigrasi mereka. Kenapa? Agak rumit menjelaskannya. Yang jelas ini untuk mempercepat karena tidak semua paspor dinas ter-release datanya ke komunitas imigrasi internasional untuk kepentingan tertentu.

Kalau alasan pertama masih dikaitkan dengan kemudahan layanan ketika di pos pengecekan imigrasi Indonesia (keberangkatan/kepulangan), itu pun saat ini sudah tidak tepat lagi. Soalnya, walaupun jalur khusus itu masih ada, layanan kepada pemilik paspor biasa dan dinas sama saja saat ini. Soalnya, negara kita semakin demokratis dan semua orang sama perlakuannya di depan hokum. Malah, saya lihat, kita bisa lebih cepat prosesnya jika melalui jalur paspor biasa karena jalurnya untuk pemeriksaannya sudah banyak, khususnya di Bandara Soekarno-Hatta.

Alasan kedua masih bisa tepat jika pengelola keuangannya menerapkan kewajiban paspor biru. Sebab, pada dasarnya, walaupun Anda menggunakan paspor hijau dan itu ditugaskan negara secara formal, maka negara wajib biaya perjalanan Anda. Sama dengan olah-ragawan yang bertanding ke luar negeri atas nama negara. Mereka menggunakan paspor hijau dan bisa dibiayai negara. Begitu juga delegasi resmi negara di mana ada orang-orang swasta ikut di dalamnya.

Setahu saya, yang paling ketat harus menggunakan paspor dinas adalah dari beasiswa Bappenas (Spirit). Kalau Kemdikbud, saya lihat tidak ketat. Sepanjang nanti Anda bisa menyampaikan visum surat perjalanan dinas, maka biaya terkait beasiswa Anda akan dibayar. Saya belum memantau yang dari Kemkeu (LDP).

Alasan ketiga dulu sangat relevan. Anda tidak akan dilayani penyesuaian ijazah luar negerinya kalau tidak menggunakan paspor biru. Bahkan, di paspor Anda akan dicek apakah ada exit permit dari Kemlu. Biarpun Anda orang swasta, dulu syarat ini berlaku sepanjang Anda butuh penyesuaian di Kemdikbud.

Belakangan syarat ini diperlunak. Yang disyaratkan adalah adanya surat ijin Setneg. Jadi, bagi yang belum memiliki surat ijin Setneg, darimana pun sumber dana kuliah Anda, dan Anda nanti membutuhkan penyesuaian ijazah untuk karir Anda selanjutnya, uruslah segera kalau belum memilikinya.

Khusus bagi yang menggunakan paspor dinas, kelemahan utamanya adalah birokrasi yang rumit dan exit permit Anda hanya berlaku sekali. Ketika kembali ke Indonesia untuk riset lapangan atau liburan dan akan kembali lagi ke luar negeri untuk kembali studi, maka Anda harus menyiapkan waktu untuk mengurus exit permit baru (secara manual) ke Kemlu setelah mendapat pengantar dari Kedubes Indonesia di New Zealand (secara elektronik).

Visitor atau Working Visa?

Bagi mahasiswa yang mau datang ke New Zealand, sering kali menanyakan untuk suami atau istri yang akan diikutkan bersama sebaiknya menggunakan visa visitor atau visa bekerja? Ada satu case, di mana mahasiswa master ini dibiayai dari NZAID, tetapi karena anaknya masih kecil, ia perkirakan istrinya tidak mungkin bekerja ketika di sini. Karena itu, ia mengajukan visitor visa. Ini juga agar ia cukup membayar biaya yang murah. Satu aplikasi visa untuk istri dan kedua anaknya.

Ternyata, ia mendapat informasi dari petugas imigrasi New Zealand di Indonesia bahwa dengan kondisi membawa 2 anak dan mengajukan visitor visa si istri harus mempunyai rekening bank paling tidak Rp 288 juta. Jika mengajukan visa kerja, ia cukup mempunyai rekening $NZ 4,200.

Loginya begini. Kalau Anda istri/suami Anda mengajukan visa kerja, maka istri/suami Anda diasumsikan akan dapat mencari nafkah tambahan di sini. Karena itu, imigrasi New Zealand hanya mensyaratkan jaminan adanya dana di rekening bank Anda $4,200 untuk istri/suami Anda.

Nach, mudah-mudahan bagi calon mahasiswa yang masih bingung memilih visa untuk istri/suaminya, pengalaman ini perlu menjadi pegangan.

Sunday 19 October 2014

Mengganti Kaca Mata dengan Asuransi

Saya pernah menggunakan fasilitas asuransi untuk membeli kaca mata di sini. Rupanya, kita setiap tahunnya dapat mengganti kaca mata dengan dana maksimal $300 dari penggantian asuransi. Sebelumnya, saya sempat membeli kaca mata baca di toko pharmacy di sini seharga $20. Rupanya, kaca mata itu tidak cocok dengan mata saya. Soalnya, mata kiri dan kanan saya tidak sama plus-minusnya. Istilahnya, saya harus membeli kaca mata berbasis resep.

Untuk mengganti kaca mata yang langsung dibayar oleh asuransi, pertama, saya registrasi melalui link ini http://www.sscorporate.co.nz/Insurance/SSafe/SSafe_claims.asp. Esok paginya saya sudah mendapat telepon dari salah satu toko http://www.specsavers.com/ di Glanfield Mall.

Tadinya, sebelum tiba di toko, petugasnya menanyakan lewat telepon dalam 2 tahun ini apakah saya pernah memeriksakan mata. Saya bilang, di sini belum, tetapi kalau di Indonesia pernah. Katanya, silahkan membawa berkas yang lama. Kalau perlu pemeriksaan, saya akan di-charge $60. Waduch, repot juga, kata hati saya. Harus menambah dana lagi $60.

Ternyata, di toko kaca mata itu, setelah selesai pemeriksaan, total semua biaya saya dianggap sudah cukup di-cover oleh asuransi, termasuk biaya pemeriksaan itu. Walaupun, memang, si petugas sempat menawarkan bermacam-macam tipe kaca mata agar saya mau membayar di atas budget asuransi. Dia tawarkan saya membeli dua pasang kaca mata. Jaga-jaga kalau hilang satu, katanya. Saya bilang, saya hanya membutuhkan satu kaca mata baca. Untuk itu, saya memilih kaca mata dari bahan Titanium. Harganya lumayan tinggi, sekitar $450 (termasuk kacanya). Syukurnya, saat itu sedang ada diskon 50%.

Setelah selesai, pas diukur lagi posisi mata saya, si petugas menawarkan lagi, karena frame (ternyata asuransi kita menanggung sampai frame) yang saya pilih bagian bawahnya pakai tali (supaya tidak cepat berkarat karena keringat) ada risiko mudah pecah, dia tawarkan apakah saya mau termasuk anti pecahnya. Harganya sekitar $100 lebih dan itu lewat budget saya yang dari asuransi. Saya tetap berpatokan ke budget.

Akhirnya, setelah semua proses, saya katanya akan diinfokan dalam waktu dua minggu. Saya pun tidak perlu membayar dulu. Semua sudah dihandle oleh asuransi (walaupun saya masih was-was apakah benar frame itu ditanggung juga oleh asuransinya. Jangan-jangan nanti ketika mengambil kaca mata dua minggu lagi di-charge harga framenya, seperti di Indonesia). Ternyata semua berjalan lancar. Tidak sampai satu minggu saya sudah ditelepon lagi untuk mengambil kaca mata dan mengepaskan posisinya di telinga saya.