tag:blogger.com,1999:blog-84424524183212238412024-03-13T19:05:33.082-07:00We are Kiwi IndonesiansIndonesians who have ever lived in Auckland, New ZealandRudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.comBlogger48125tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-38215900719794094792016-08-31T00:48:00.004-07:002017-06-02T15:41:29.969-07:00"New Zealand burglary rate increases 12 percent"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Tinggi juga, kenaikan tingkat crimenya di NZ. Hati-hati bagi yang liburan. Barang penting dititipkan saja ke teman. Tempo hari ada kawan (sudah lama jadi residen di sini) sedang cuti di Indonesia, dapat khabar rumahnya dibobol. Ya tidak bisa apa-apa.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Lihat grafik ini memang merepresentasikan bedanya ketika datang pertama kali di NZ dan ketika belakangan sering membaca berita dan dengar cerita langsung rumah orang diobrak-abrik i<span class="text_exposed_show" style="display: inline; font-family: inherit;">sinya. So sad.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<span class="text_exposed_show" style="display: inline; font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwlcuwKguijgNlVfEHM7retHRmes5MG0f4V3vVEi9B-zjbIUWSHeXNXzucB4ex8s44M27Lke0zgVcDsx4gQazSPJoVnmQmJx-0uNYAzLrh_uWMqqEpynVM6iNvTEx7JYDTXdcY1U3OlhDZ/s1600/d_burglaries_mah_31_08__2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="258" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwlcuwKguijgNlVfEHM7retHRmes5MG0f4V3vVEi9B-zjbIUWSHeXNXzucB4ex8s44M27Lke0zgVcDsx4gQazSPJoVnmQmJx-0uNYAzLrh_uWMqqEpynVM6iNvTEx7JYDTXdcY1U3OlhDZ/s320/d_burglaries_mah_31_08__2.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.32px;">Source:</span></span></div>
<div style="background-color: white; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.32px;">http://www.newshub.co.nz/nznews/new-zealand-burglary-rate-increases-12-percent-2016083111?ref=newshubFB</span></span></div>
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-11061258855398899602016-07-28T21:24:00.002-07:002016-07-28T21:24:56.666-07:00AB for President!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #666666; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 16.08px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Kawan,</div>
<div style="background-color: white; color: #666666; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 16.08px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Bagaimana kalau biarkan saja pemerintahan saat ini berjalan?<br />Lupakan soal reshuffle</div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #666666; display: inline; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 16.08px;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Saatnya, siap 2019, agar dapat presiden yang berkualitas<br />galang dukungan "AB for President!"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
di tataran bawah sudah lama sebenarnya melihat AB is the next president<br />Katakanlah saat ini dapat presiden yang kecelakaan<br />Sekedar menjegal kembalinya sistem lama<br />Sudah saatnya disiapkan dari sekarang<br />Jangan lagi terjadi kecelakaan sejarah<br />Ya presiden butalah<br />Ya presiden EGP ora gue pikirin, lah</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Soal AB udah banyak yang melihatnya dan memperbincangkan<br />he should be the next president<br />banyak yang silent selama ini<br />tampaknya memang bocor duluan</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Masih kagak bisa nebak AB?<br />Kurang gaul, nich<br />Cuma bisa main Pokemon doang, ya?</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Itu udah lama yang tahu. Beberapa kalangan tertutup<br />leadershipnya super<br />Yang jelas bukan Aburizal Bakrie!</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Atau kebanyakan ente selama ini dagang doang atau cuma jadi buruh birokrat? Ngomel-ngomel kalau udah dapat presiden yang hasil kecelakaan sejarah. Udah kerasa kan tersiksanya</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Ada artikel baru kenapa family politics tidak menjadi dynasty politics di beberapa daerah.<br />Ternyata salah satunya karena perannya para birokrat di daerah melakukan koreksi<br />Itu studi di Kalimantan tengah<br />dari sekitar 9, hanya 2 yang berhasil menjadi dinasti politik<br />juga peran para profesional yang concern<br />itu ternyata juga didukung di studi internasional</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
jadi kalau Indonesia tidak ingin menuju keruntuhan, siapin presiden yang bermutu dari sekarang<br />dan kita semua mesti involved, jangan dagang doang atau cuma mau jadi buruh birokratis</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Anies Baswedan for President!</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
Please share if you agree.</div>
</div>
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-43783048988867049072016-07-20T16:20:00.002-07:002016-07-20T16:20:41.071-07:00Plagiarism<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Ada yang mengikuti ramenya kasus plagiarism istri Trump? Kita di Indonesia sering mengabaikan ini. Saya bahkan pernah memperhatikan seorang MBA yang baru pulang ke Indonesia mengklaim telah membuat framework baru. Setelah saya cek, ternyata itu modifikasi dari framework orang lain. Ia tidak pernah merefer ke sumbernya pula.<br /><br />Hal ini juga sering terjadi dalam membuat sistem aplikasi. Kita sering mengklaim membuat sistem aplikasi baru. Padahal, itu merefer ke konsep lama atau dari tempat lain. Kita pun lupa menyebutkan sumbernya atau memberi kredit ke pengembang sebelumnya.<br /><br />Dalam kasus istri Trump ini, tadi malam saya mencoba membahasnya dengan anak saya yang sekolah di SMA di sini. Sebab, soal kemampuan menulis sangat diperhatikan dari kelas dasar di sini. Saya tunjukkan beberapa video terkait itu. Anak saya bilang, "Nggak Pah, ini bukan plagiat." Sampai beberapa contoh video di youtube saya ambilkan baru akhirnya ia menerima bahwa istri Trump benar plagiarism.<br /><br />Ini contoh video yang meyakinkan sekali bahwa istri Trump melakukannya.<br /><br /><a href="https://www.youtube.com/watch?v=LnLRpPD7aus">https://www.youtube.com/watch?v=LnLRpPD7aus</a><br /><a href="https://www.youtube.com/watch?v=_TUMhtAjpg4">https://www.youtube.com/watch?v=_TUMhtAjpg4</a><br /><br /><a href="http://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2FDetik.com%2F&h=9AQF5sudSAQHQJ8CH9VIhbhHA36QPXHEiR5YNRihvHFBTEw&enc=AZNYGtfnA1xUVTOV6McIrNOFYmLyLGIKpDretAnMheYA3kb7Wsy45gg_S0savgQ_qULBWOj7oSCxODVmZJeA6eiDyEKubI3SwcDCA84fgnHEqmRrPrmClM61uko-yWACwCYLGQeuVLMV6xqUmOI1poLRS3CMNFlxSWP7UQg5ASuoVA&s=1">Detik.com</a> hari ini juga menampilkan dua perbandingan yang jelas tentang itu. Dan akhirnya staf kampanye Trump harus mengakuinya dengan pahit.<br /><br />http://news.detik.com/internasional/3257786/pidato-melania-mirip-michelle-obama-staf-trump-mengaku-salah-dan-minta-maaf?_ga=1.103126208.1934865148.1422396559<br /><br />Di dunia akademik apa yang ditampilkan oleh <a href="http://detik.com/">Detik.com</a> itu bisa dengan mudah dihasilkan oleh <a href="http://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fturnetin.com%2F&h=BAQFI8WmBAQGv9JlgwboJ2VmFLhJ0rG1D6XAGWe8NFXA_Ow&enc=AZM8-u1tFpTBQcRYCpn_j1AVzQaNWZVDLSFNslFeVhQEIFZtVggI2bQ3xeGDKkpXowlvxbW0Yzop4TQiPHwvU8LonpSSV4NLbbqrNa5cPMVx3H8r8EqEiMC4dr8PS5QZSyMG8yaFfbbkPGo82Att11snupO0aV4INBXY-f8ihuzmrg&s=1">turnetin.com.</a><br /><br />Karenanya, berhati-hatilah ketika menulis seolah-olah itu ide orisinal Anda. Dunia internet sangat mudah melakukan tindakan copy-paste saat ini. Paling sederhana, kalau Anda tidak bisa membuat tulisan orisinil, biasakan menyebutkan sumbernya, sebelum mempermalukan diri Anda sendiri di muka umum karena orang bisa dengan mudahnya mengecek plagiarism dengan software yang ada saat ini.</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-67110869826755334722016-06-22T14:58:00.001-07:002016-06-22T14:58:19.276-07:00Masih adakah budak di jaman modern ini?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Di NZ, untuk mendapatkan visa bekerja cukup sulit. Walaupun Anda mempunyai keahlian dan pengalaman, Imigrasi akan mengecek apakah keahlian Anda itu memang dibutuhkan di NZ. Kemudian, untuk memudahkan proses mendapatkan visa kerja ini, Anda mesti mendapatkan sponsor dari suatu perusahaan. Jika ada perusahaan yang mau sponsori Anda, maka visa Anda akan diterbitkan. <div>
<br /></div>
<div>
Visa Anda akan diterbitkan oleh Imigrasi dengan masa kerja tertentu. Uniknya, dalam visa kerja itu akan dicantumkan posisi Anda dan di mana Anda bisa bekerja. Lihat gambar berikut. </div>
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwI2iYAxvSa-wfurkNpJr7T7d89f56zavtC4f58Zszw_dvtJtLGwYvW3xyLYCZq7fHqMJl8BE1iUwwDRkT7sluhSMyvjbdKnLtdVUqRv_7p26ZgE0uH2cGf71bmWwatktpRF8dOnkDp0gF/s1600/new-zealand-work-visa1.jpg" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwI2iYAxvSa-wfurkNpJr7T7d89f56zavtC4f58Zszw_dvtJtLGwYvW3xyLYCZq7fHqMJl8BE1iUwwDRkT7sluhSMyvjbdKnLtdVUqRv_7p26ZgE0uH2cGf71bmWwatktpRF8dOnkDp0gF/s400/new-zealand-work-visa1.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
Sumber: https://fleuryinthekiwisparadise.wordpress.com/category/general-information/</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selama masa kerja itu, Anda hanya bisa bekerja di perusahaan itu dengan posisi sebagaimana tercantum di visa. Jika Anda pindah pekerjaan atau posisi, maka Anda mesti mengajukan perubahan visa lagi. Tentu Anda harus membayar biaya pengurusan perubahan itu. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Itu sebenarnya belum begitu menjadi masalah. Yang sering jadi masalah adalah karena Anda hanya bisa bekerja di perusahaan itu, pemberi kerja sering memanfaatkannya. Sebagai contoh, mereka menjadikan ini sebagai alat bargaining agar Anda patuh bekerja. Jika tidak, maka mereka akan memecat Anda dan memberitahukan Imigrasi bahwa Anda tidak bekerja lagi di tempatnya. Jika dalam waktu tertentu Anda tidak mendapatkan pekerjaan alternatif, maka Anda mesti meninggalkan NZ. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Karena posisi Anda yang lemah itu, Anda bisa diperlakukan sebagai budak oleh pemberi kerja. Anda mesti bekerja keras, tetapi dengan gaji yang rendah. Beberapa pekerja dari India sering mengalami ini. Biasanya, mereka bekerja di NZ dengan orang India juga. Kemudian, mereka mau dibayar rendah karena takut akan dipecat. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Baru-baru ini, perbudakan itu muncul lagi di berita. Seorang pengusaha memanfaatkan kelemahan tersebut (SK Brother). Untungnya, ketika dipecat, ia bisa mencari pekerjaan pengganti. Kemudian, ia mendapat visa kerja baru di NZ dan menuntut pemberi kerja tersebut ke ERA (semacam badan penyelesaian perselisihan di Indonesia). Pemberi kerja akhirnya dihukum untuk membayar gaji yang kurang dibayar. Lihat berita berikut. </div>
<div>
http://www.nzherald.co.nz/employment-relations/news/article.cfm?c_id=189&objectid=11648603</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Karenanya, ketika Anda mencari kerja di NZ, perhatikan keterbatasan ini. Jika Anda merasa dirugikan, segeralah melapor ke ERA. </div>
<div>
<br /></div>
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-32911975223567278272016-03-17T20:12:00.001-07:002016-03-17T20:12:18.438-07:00"Bangsa Maori dan Batak"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kebetulan saya pernah ketemu orang yang memanggil orang yang sudah dituakan dengan panggilan Patua. Saya kaget juga mendengarnya. Terus saya tanya ke orang itu kenapa ia dipanggil Patua. Terus saya tanya juga apa ia Maori. Ia mengakui bahwa dirinya Maori. Terus saya tanya, koq hampir sama dengan panggilan di Batak. Rupanya ia pun sudah tahu itu dari yang pernah dibacanya walaupun tidak pernah ke tanah Batak.<br />
<br />
Saya sebelumnya mencatat beberapa kesamaan bahasa dan rumah adat (whanui). Ada sada, dua, tolu, dstnya di Batak seperti halnya Maori. Di tanah Batak ada bagas godang tempat berembug adat seperti halnya Maori. Seremonial adat pun persis sama, seperti bagaimana pentingnya peran ibu/wanita dalam menerima tamu. Kami pun tadi becanda soal banyaknya seremonial adat Maori dan Batak yang mirip.<br />
<br />
Maori memiliki panggilan Patua dan Matua untuk paman. Di tanah Batak itu dipanggil Bapatua dan Amangtua. Sempat tadi disebut juga panggilan Ina untuk bibi di Maori. Saya nggak ngeh kalau ada panggilan itu di kekerabatan Batak. Baru ingat lagi seorang Batak memanggil bibinya Inangtua.<br />
<br />
Yang menarik filosofi ayah. Ternyata Maori sama dengan Batak. Orang Batak itu memberlakukan ayah bukan hanya terhadap ayah biologisnya, tetapi juga saudara laki-laki ayahnya itu mesti diberlakukan sebagai ayahnya juga. Begitu juga anak. Saya memberlakukan anak seperti anak sendiri itu bukan anak saya saja, tetapi juga anak-anak saudara lelaki saya (saudara perempuan tidak masuk hitungan 😀)<br />
<br />
Maori juga banyak yang berperawakan seperti orang Batak. Ada bahkan orang Batak di New Zealand itu diberlakukan seperti Maori, bahkan bisa tinggal di state house (rumah yang disubsidi pemerintah) yang umumnya diprioritaskan untuk orang Maori.<br />
<br />
Kawan-kawan yg murni Batak perlu bangga sebagai orang asli Batak. </div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-24787119330804957002016-02-29T16:43:00.000-08:002016-02-29T16:43:56.175-08:00"Ginjal dan Sistem Destruksi pada Manusia"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Seorang teman pernah bercerita -- ketika orang tuanya meninggal -- pada dasarnya di setiap manusia itu sudah ditanamkan <i>destructive system</i>. Sistem ini yang telah mengatur kapan seorang manusia itu akan bertemu Sang Khalik, Yang Maha Pencipta. Itu tidak terhindarkan.<br />
<br />
Saya awalnya tidak begitu mengerti apa yang dimaksudnya tentang sistem destruksi ini. Sampai minggu lalu saya mengikuti test darah di http://www.labtests.co.nz/ (tanpa biaya apapun karena di NZ ditanggung oleh negara). Biasanya dalam test darah kita hanya fokus terhadap tingkat kolesterol buruk kita. Logikanya, kolesterol buruk jika dibiarkan pada angka di luar normal akan menumpuk di pembuluh darah jantung kita. Yang lama-lama, akan menghambat fungsi jantung. Karenanya, kita pun selalu berusaha agar tingkat kolesterol buruk kita berada pada skala normal. Jika kita bisa mengendalikan kolesterol, maka jantung kita akan aman dan mungkin umur kita bisa lebih panjang. Artinya, kita bisa memperpanjang umur kita dengan mengendalikan kolesterol buruk di tubuh kita, jika dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa.<br />
<br />
Namun, ternyata dalam tubuh kita ada sebenarnya proses destruksi alami yang tidak terhindarkan. Apapun usaha yang kita lakukan, tidak mengubah proses destruksi ini. Dalam test darah hal ini bisa kita lihat pada indikator yang disebut eGFR (<i>estimated glomerular filtration rate</i>). Indikator ini mengukur fungsi ginjal kita. Indikator ini terkait langsung dengan umur kita. Sebuah sistem destruksi alami yang diciptakan oleh Yang Maha Pencipta. <br />
<br />
Katakan, jika kita masih muda, fungsi ginjal kita idealnya 100%. Ketika kita berumur 60 tahun, fungsi ginjal kita sekitar 30%. Itu adalah proses alami yang tidak bisa kita hindarkan. Anda ingin berolahraga seperti apapun, proses destruksi itu akan terjadi. Ibarat sebuah mesin yang memproses apa yang kita masukkan, dan apa yang kita keluarkan, mesin ini juga lama-lama akan mengalami kehausan.<br />
<br />
Penurunan atau <i>damage</i> fungsi ginjal secara normal tidak terhindarkan. Siapapun akan mengalaminya. Yang dijaga oleh dokter adalah jangan sampai proses destruksi ini terjadi lebih cepat dari jangka waktu normalnya. Misalnya, jika masih muda, jangan sampai fungsi ginjal kita sudah 30%. Sebab, tidak lama lagi akan menurun, dan ketika tinggal 15%, maka kita membutuhkan alat tambahan untuk mencuci darah kita. Dengan demikian, umurnya tidak akan lama lagi.<br />
<br />
Sayangnya, pengetahuan terkait indikator eGFR ini jarang kita peroleh, dibandingkan pengetahuan tentang kolestorol dan fungsi jantung. Kebanyakan kita tahu-tahu sudah mengalami gagal ginjal. Indikasi gagal ginjal pun sering tanpa tanda-tanda. Bisa saja karena mengkonsumsi sesuatu, tiba-tiba kita mengalami gagal ginjal. Karena itu, kita harus berhati-hati dalam mengkonsumsi, terutama obat-obatan atau jamu yang bisa menghancurkan fungsi ginjal kita. Kadang karena mengalami sesuatu penyakit, dokter memberikan obat yang bisa menghancurkan fungsi ginjal kita secara total.<br />
<br />
Sistem destruksi ini ternyata memang mengajarkan kepada kita bahwa kita bukan apa-apa di dunia ini. Kita hanya menjalankan apa yang diarahkan oleh Sang Maha Pencipta. Sehebat apapun kita, ada waktunya kita di dunia ini. Kita tidak bisa menghindari itu. <br />
<br /></div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-67134162148075409092016-01-31T17:57:00.002-08:002016-01-31T18:30:44.858-08:00Indonesiaku, Persoalan Karakter Bangsa atau Sistem?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="_45m_ _2vxa" data-block="true" data-offset-key="acm6s-0-0" style="background-color: white; color: #141823; direction: ltr; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; position: relative; white-space: pre-wrap;">
<i style="background-color: transparent;">Catatan ringan menyambut membaiknya indeks persepsi korupsi Indonesia. </i></div>
<br />
Minggu lalu saya mengikuti sharing seorang <i>owner </i>restoran yang menjual <i>steak </i>dengan harga 'terjangkau' di Indonesia. Ia mempunyai sekitar 80 cabang dan 1700 karyawan. <i>Target market</i>-nya para mahasiswa atau mereka yang berpendapatan menengah ke bawah. Kebetulan, pemilik restoran ini sedang berwisata ke Australia dan mempunyai teman di Auckland, Selandia Baru. Oleh temannya ini, ia digadang-gadang untuk berbagi pengalamannya dalam mengelola restorannya ke warga Indonesia yang bermukim di Auckland. Khususnya, berbagai pengalamannya dalam mengembangkan sekolah tahfidz dari pendapatan yang dihasilkan restoran tersebut. Sebagian pendapatan dari restoran tersebut digunakan untuk mendukung sekolah tahfidz tersebut. Suatu usaha yang mulia.<br />
<br />
Ketika tiba di Auckland, pemilik restoran ini sangat kagum dengan apa yang dilihatnya. Dua komentarnya yang saya catat. Pertama, dia kagum ketika sedang akan menyeberang ternyata kendaraan yang akan lewat berhenti langsung dan mempersilahkannya lewat. Kedua, dia kagum dengan mesin parkir yang ada di sini. Masyarakat membayar langsung ke mesin tersebut tanpa ada petugas parkirnya.<br />
<br />
Pemilik restoran ini lantas membandingkannya dengan Indonesia. Dia bilang, kalau di Indonesia kita susah sekali menyeberang. Kemudian, mesin parkir tidak akan jalan kalau tidak ada petugas parkirnya. Ia pun menyimpulkan ada persoalan 'karakter' di masyarakat Indonesia. Kita memang memiliki masalah karakter, katanya. Kesannya, rakyat Indonesia mempunyai karakter yang buruk.<br />
<br />
Tadinya, saya ingin meluruskan pandangannya. Namun, karena ia harus pergi setelah acara tersebut untuk kepentingan lain, saya tidak sempat meluruskan pandangannya.<br />
<br />
Yang saya ingin luruskan adalah, kita sering meng-<i>underestimate </i>permasalahan di Indonesia hanya melihat dari karakter bangsanya. Padahal, kalau tidak karena karakter yang kuat, tidak mungkin bangsa Indonesia bisa memerdekakan dirinya dari para kolonialis (dalam bahasa masa kini, mereka disebut kapitalis atau mungkin juga investor). Pendiri NKRI tentu mereka yang memiliki karakter yang kokoh. Bisa dibayangkan, dengan karakternya yang kuat itu mereka mempunyai cita-cita dan memproklamasikan berdirinya negara kesatuan (<i>integrated state</i>) pada tahun 1945. Padahal, banyak tantangannya. Mereka bercita-cita mengintegrasikan daerah-daerah yang secara pemerintahan masih dikelola oleh berbagai kerajaan di nusantara. Mereka juga bercita-cita mengintegrasikan manusia-manusia yang berasal dari berbagai suku bangsa yang berbeda. Indonesia adalah negara suku bangsa yang berasal dari India, Cina, Eropa, bahkan Afrika yang kini bermetamorfosis menjadi suku Jawa, Sunda, Batak, Ambon, dan seterusnya. Belum lagi, pendiri bangsa kita itu bercita-cita mengintegrasikan berbagai daerah yang secara fisik sebenarnya sudah terpisah-pisah oleh lautan, berbagai kepulauan yang tersebar.<br />
<br />
Jika tidak karena karakter yang kuat, cita-cita itu tentu tidak akan ada lagi yang mau meneruskannya saat ini. Dengan berbagai tantangan dari segi sejarah pemerintahan masa lalu, manusianya yang beragam, dan lokasi fisiknya yang tersebar, tentu tidak banyak orang yang dengan tegar mau terus-menerus merealisasikan cita-cita <i>founder </i>kita tersebut. Namun, kita bisa lihat sampai sekarang masih banyak rakyat dan pemimpinnya di Indonesia yang begitu kokoh mempertahankan cita-cita tersebut. Bahkan, mereka menggenggam dengan kokoh slogan populer seperti "NKRI Harga Mati".<br />
<br />
Cara pandang yang terlalu cepat menyalahkan karakter manusia sebagai persoalan di Indonesia biasanya disimpulkan oleh mereka yang sesaat saja pernah berwisata atau studi di luar negeri. Ketika mereka pulang, mereka terkagum-kagum dengan apa yang dilihatnya, membandingkannya dengan Indonesia, dan lantas pesimis dengan apa yang terjadi di Indonesia. Padahal, apa yang dilihatnya sesaat itu di negara lain tidak selalu merepresentasikan kondisi <i>real </i>yang ada. Tidak selalu <i>loch</i> "rumput tetangga itu lebih hijau dari rumput kita".<br />
<br />
Sebagai contoh, terkait dengan yang dilihat oleh pemilik restoran tadi. Ia diperlakukan demikian karena menyeberang di jalur <i>zebra cross</i>. Jika saja ia menyeberang di jalur biasa yang tidak ada <i>zebra cross</i>-nya, pengemudi di sini tidak segan-segan untuk menabrakkan mobilnya ke penyeberang jalan. Sebab, mereka merasa berada pada posisi yang tidak salah. Jika pun nanti terjadi <i>accident</i>, maka pengemudi tadi tidak akan disalahkan.<br />
<br />
Contoh kedua adalah mesin parkir. Pengemudi kendaraan yang memarkirkan mobilnya akan taat membayar biaya parkir ke mesin parkir bukan semuanya karena karakternya. Siapapun tidak mau membayar parkir yang cukup mahal. Inginnya tentu parkir gratis. Mereka terpaksa taat membayar parkir karena ada petugas penegak sistem parkir (<i>parking warden</i>) yang secara periodik berkeliling mengecek apakah ada mobil yang tidak menampilkan karcis parkirnya. Petugas ini akan memberikan tiket dengan nilai lumayan jika karcis tadi tidak ditampilkan di <i>dashboard </i>mobil kita atau menampilkan karcis dengan waktu sudah kadaluarsa. Bahkan, mereka tidak segan-segan mengangkut mobil kita (<i>towing</i>) jika kita memarkir di tempat yang terlarang, seperti lahan pribadi orang lain.<br />
<br />
Dari kedua contoh ini, tampak jelas bahwa hal itu berjalan dengan baik karena adanya sistem yang dibangun. Sistem itu kemudian dijalankan dengan ketat. Dalam sistem tersebut juga ada pihak-pihak yang gigih menegakkan sistem agar berjalan dengan baik.<br />
<br />
Kita juga sering pesimis dengan Indonesia terkait dengan kriminalitas dan korupsi. Padahal, bukan berarti kita lebih buruk. Dalam masalah kriminal, tingkat kriminalitas memecahkan kaca mobil yang parkir di malam hari demikian tingginya di Auckland. Ketika kita memarkir mobil di dekat taman (yang biasanya bebas biaya parkir di malam hari), risiko dipecahkannya kaca mobil kita tinggi. Hal ini terjadi karena banyak orang yang bermabukan di taman pada malam hari dan kemudian di luar alam sadarnya memecahkan kaca mobil yang sedang parkir di sekitar taman. Namun, informasi ini kurang terungkap karena pemilik mobil di sini biasanya memiliki asuransi. Pihak asuransi pun tidak menanyakan di mana kejadiannya ketika kaca mobil kita dipecahkan. Mereka akan langsung menggantinya dengan mengontak salah satu kontraktornya untuk memperbaiki kaca mobil kita yang dipecahkan tersebut. Kita juga tidak perlu melaporkan ke polisi untuk itu. Dengan demikian, informasi kriminal seperti ini tidak terpublikasikan dengan luas. Bandingkan dengan di Indonesia yang saat ini informasi kriminal hampir tiap saat terpublikasikan.<br />
<br />
Begitu juga dengan informasi korupsi. Bukan berarti korupsi tidak tinggi di sini. Korupsi selalu saja ada. Selalu saja ada orang yang ingin mengambil keuntungan dengan mudah. Contohnya, baru-baru ini ada seorang kepala sekolah didakwa karena memanipulasi anggaran sekolah untuk kepentingan dirinya. Namun, bedanya di Indonesia, mereka yang dijadikan tersangka itu tidak bisa begitu saja bisa diumumkan namanya dan di-<i>bully </i>di media massa. Mereka bisa meminta agar namanya tidak diungkap secara terbuka dengan alasan tertentu (<i>name suppression</i>).<br />
<br />
Pesimisme pemberantasan korupsi di Indonesia muncul karena begitu terbukanya media saat ini. Hampir setiap hari kita dibombardir oleh media tentang kasus korupsi dengan alasan transparansi; walaupun kasus korupsi itu masih dugaan. Hal ini membangun terus-menerus alam luar sadar kita bahwa Indonesia adalah negara yang korup dan membuat kita semakin pesimis dengan Indonesia dan kemudian mengambil simpulan sedemikian buruknya karakter bangsa Indonesia. Padahal, tidak selalu demikian halnya.<br />
<br />
Kita harus selalu mempunyai kepercayaan bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang mempunyai karakter yang baik. Beberapa masyarakat Indonesia yang mempunyai karakter buruk bisa dibangun menjadi semakin baik jika sistem dijalankan dan ditegakkan. Kita sebagai warga Indonesia harus percaya bahwa setahap demi setahap kita bisa membangun sistem tersebut dan karenanya kita membutuhkan optimisme untuk itu. Hal ini telah dibuktikan dengan berhasilnya kita menaikkan ranking Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari sekitar 100-an lebih di masa lalu menjadi ranking 88 belakangan ini. Skor kita juga membaik menjadi 36 saat ini (dari sebelumnya hanya 19 di tahun 2000!).</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-79911736319479343052016-01-11T14:06:00.002-08:002016-01-11T14:06:25.467-08:00Mempolitisasi Kinerja Menteri<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Source: </span><a href="http://news.detik.com/kolom/3114841/mempolitisasi-kinerja-menteri">http://news.detik.com/kolom/3114841/mempolitisasi-kinerja-menteri</a><br />
<br />
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Publikasi indeks 'pengelolaan' kinerja kementerian/lembaga yang diusung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB), Yuddy Chrisnandi, ternyata menimbulkan kontroversi. Padahal, publikasi indeks ini adalah hal yang lazim saja selama ini dan telah dilaksanakan bertahun-tahun sebelumnya.<br /><br />Bisa dibilang, kebiasaan mempublikasi indeks ini telah didorong sejak reformasi awal 2000-an di Indonesia sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas layanan sektor publik. Pengumuman ini pun biasanya ditanggapi biasa-biasa saja oleh para politisi di tingkat nasional. Baru kali ini pengumuman ini mendapatkan tanggapan yang serius dari para politisi dan leader di sektor publik.<br /><br />Di satu sisi, kita sangat mengapresiasi tanggapan keras dari para politisi tersebut. Utamanya adalah ketika mereka berbicara tentang siapa yang berhak menilai kinerja seorang menteri atau pimpinan lembaga. Walaupun tidak mencerminkan langsung kinerja seorang menteri/pimpinan lembaga, tetapi hanya organisasi kementerian/lembaganya (seperti ditegaskan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla), indeks ini juga merepresentasikan kinerja individu seorang menteri/pimpinan lembaga di mata masyarakatnya.<br /><br />Masyarakat tentu akan mempunyai kesan bahwa kementerian/lembaga yang mendapat indeks rendah itu dipimpin oleh menteri/pimpinan lembaga yang tidak berkinerja, paling tidak dianggap tidak mampu 'mengelola' kinerja. Hal ini juga akan melanda persepsi beberapa pegawai di kementerian/lembaga yang mendapat indeks rendah tersebut.<br /><br />Sebab, walaupun penilaian kinerja untuk jabatan puncak itu biasanya difokuskan pada kinerja organisasi kementerian/lembaga, biasanya ia juga merepresentasikan atau menilai kinerja individu pejabat puncak tadi (DeNisi & Smith, 2014). Karenanya, penilaian kinerja kementerian/lembaga sektor publik tidak bisa dilepaskan begitu saja dari penilaian kinerja individu menteri/pimpinan lembaga itu sendiri.<br /><br />Itulah sebabnya, pertanyaan tentang siapa yang berhak menilai menteri/pimpinan lembaga dan juga jabatan politis lainnya menjadi sangat krusial: Apakah presiden, partai afiliasi menteri/pimpinan lembaga tadi, seorang (atau beberapa orang) menteri yang ditugasi untuk itu (seperti regulasi saat ini), atau gabungan dari ketiganya?<br /><br />Selama ini, regulasi tentang sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (atau yang populer dikenal di kalangan sektor publik sebagai SAKIP) hanya mengatur arus informasi dari kementerian/lembaga (dan juga pemerintah daerah) ke Kementerian PAN dan RB. Pada akhir tahun, setiap instansi sektor publik mesti menyampaikan laporan akuntabilitas-nya (atau biasa dikenal sebagai LAKIP) ke Kementerian PAN dan RB.<br /><br />Kemudian, kementerian ini akan mengevaluasi 'pengelolaan' kinerja suatu instansi melalui laporan tersebut dan juga kunjungan ke lapangan. Mereka selanjutnya mengumumkan indeks kementerian/lembaga pemerintah pusat dan pemerintah provinsi pada awal tahun (tanpa perlu meminta izin dari presiden). Lazimnya, indeks ini hanya menimbulkan kontroversi dan menjadi isu politik di daerah.<br /><br />Tanggapan keras dari politisi tingkat nasional ini mestinya dilihat sebagai peluang untuk memperbaiki sistem kinerja yang ada. Sebab, sampai sekarang sebenarnya tidak ada regulasi setingkat undang-undang yang mengatur sistem penilaian kinerja jabatan politis (political appointee).<br /><br />Aturan yang ada baru pada tingkatan peraturan pemerintah (PP). Bahkan, bisa dibilang, terdapat duplikasi dan tumpang-tindih yang mencolok di antara PP ini, yang telah banyak dikeluhkan berbagai pihak di sisi praktik (seperti tidak ada manfaatnya, cenderung mekanikal, pemborosan kertas, hanya 'gaming', dan karenanya dianggap main-main saja).<br /><br />Ketidaksinkronan regulasi ini bisa ditengok dari PP terkait evaluasi pelaksanaan rencana (yang diusung oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional), PP terkait evaluasi kinerja keuangan (yang diusung oleh Kementerian Keuangan), dan PP terkait evaluasi 'pengelolaan' kinerja (yang diusung oleh Kementerian PAN dan RB). Di tingkat pemerintah daerah, bahkan bisa dilihat 'konflik' ketiga regulasi ini dengan peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri (misalnya peraturan tentang evaluasi penyelenggaran pemerintahan daerah).<br /><br />Pemerintah dan DPR mestinya menjadikan momen ini untuk memperjelas dan mengintegrasikan sistem kinerja jabatan politis dengan aturan setingkat undang-undang (dan tidak sekedar menyatakan bahwa penilaian kinerja menteri adalah urusan presiden). Bahkan, undang-undang ini mestinya juga mengatur bagaimana mengevaluasi kinerja presiden setiap tahunnya.<br /><br />Di berbagai negara, aturan ini sudah mulai diusung. Dengan undang-undang ini, penilaian kinerja presiden pun akan semakin objektif dan tidak mudah dipolitisasi seperti saat ini. Dengan aturan ini, penggantian presiden yang tidak berkinerja di tengah jalan juga dianggap hal biasa-biasa saja dan bukan lagi masalah besar.<br /><br />Masyarakat tidak perlu lagi 'menikmati' kelelahan dengan presiden yang tidak berkinerja dan harus menunggu penggantinya terlalu lama, yaitu selama periode pemerintahan lima tahunan. Sebab, dinamika global membutuhkan cepatnya peralihan kepemimpinan yang tidak berkinerja ke pemerintahan baru agar tidak membebani rakyat terlalu lama dan suatu negara tetap bisa terus sustain melayani kepentingan publik.<br /><br />Tanggapan keras dari politisi ini juga bisa menjadi pelajaran penting bagi para teknokrat di birokrasi. Selama ini, mereka – utamanya yang terlibat langsung dengan pengelolaan dan evaluasi atau 'audit' akuntabilitas kinerja sektor publik – cenderung kurang memahami bahwa sistem pengelolaan kinerja bagaimanapun adalah berurusan dengan politik.<br /><br />Pakar pengelolaan kinerja publik seperti van Dooren (2011) mengingatkan bahwa sistem kinerja dan penggunaan informasi kinerja seperti indeks yang diusung oleh Kementerian PAN dan RB itu haruslah 'politikal'. Para birokrat haruslah memahami "the political nature of performance management" dan melibatkan lebih banyak aktor dalam sistem kinerja, termasuk politisi (van Dooren, 2011).<br /> <br />Para birokrat tidak bisa lagi melihat sistem kinerja hanya secara mekanistik hirarkikal seperti lazimnya saat ini, di mana hanya dilihat sebagai mekanisme klerikal penilaian kinerja secara berjenjang dari suatu instansi ke Kementerian PAN dan RB; sebuah ritual tahunan yang bersifat simbolik.<br /><br />Melihatnya secara politikal akan memungkinkan sistem kinerja tidak lagi dipandang sebelah mata oleh para menteri/pimpinan lembaga, bahkan pegawai di tingkat bawah. Keterlibatan politisi dalam diskursus sistem kinerja sektor publik akan memungkinkan sistem kinerja yang diimplementasikan semakin efektif dan pada akhirnya sistem kinerja bisa mendorong instansi publik dan pegawai-pegawainya semakin berkembang (van Dooren, 2011).<br /><br />Ini akan sangat bermanfaat bagi rakyat dalam jangka panjang, di mana layanan publik akan semakin meningkat kualitasnya dan mereka merasakan langsung kinerja sebuah pemerintahan. </span></div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-89807356053535486592015-11-20T22:29:00.001-08:002015-11-20T22:29:12.678-08:00How students impact rent prices in NZ<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; font-family: Stag-Serif-Medium, Arial, sans-serif; font-stretch: normal; letter-spacing: 0.01em; line-height: 28px; margin: 0px 0px 18px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: left; transition-duration: 0.2s; transition-property: background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
A nice article from NZ Herald</div>
<h1 class="articleTitle" id="articleTitle" style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; font-family: Stag-Serif-Medium, Arial, sans-serif; font-size: 28px; font-stretch: normal; letter-spacing: 0.01em; line-height: 28px; margin: 0px 0px 18px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Herald Insights: How students impact rent prices</h1>
<div class="detailsLarge " style="background: rgb(255, 255, 255); border-bottom-color: rgb(221, 221, 221); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 1px; clear: both; color: #ababab; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 10px; outline: 0px; padding: 0px 0px 10px; vertical-align: baseline;">
<span class="floatLeft storyDate" style="background: transparent; border: 0px; float: left !important; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">5:30 PM Saturday Nov 21, 2015</span></div>
<div class="details topShareBtns" style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; clear: both; color: #ababab; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 14px; height: 32px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 10px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline;">
<ul class="shareLinks clearWrap" style="background: transparent; border: 0px; float: right; list-style: none; margin: 0px 0px 10px; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline; z-index: 2;">
<li class="saveShare" style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><span class="localLink saveBtn saveBtnStatic" data-save="1:11548685" style="-webkit-user-select: none; background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; display: inline; height: auto; line-height: 24px; margin: 0px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; position: static; right: auto; top: auto; transition-duration: 0.3s; transition-property: width; vertical-align: baseline;"><span class="saveBtnIcon saveBtnText nzhTip" style="background: url(http://www.nzherald.co.nz/themes/1/img/saveSprite.png?17102013) 0px -191px no-repeat; border: 0px; direction: ltr; display: block; float: left; margin: 0px 3px 0px 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-indent: -9999px; transition: transform 0.5s ease; vertical-align: baseline; width: 22px;" title="">Save</span></span></li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><div class="socialShareBtn facebookShare nzhTip shareEnabled" data-title="Facebook" style="background: transparent; border-radius: 2px; border: 0px; line-height: 22px; margin: 0px 0px 0px 10px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; vertical-align: baseline;" title="">
<a class="box" href="http://www.nzherald.co.nz/business/news/article.cfm?c_id=3&objectid=11548685&ref=NZH_Tw#" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; float: left; margin: 0px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;"><span class="share" style="background: url(http://www.nzherald.co.nz/themes/1/img/social/shareBtns.png?21102013) 0px -207px no-repeat; border: 0px; color: #444444; direction: ltr; display: block; float: left; height: 22px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-indent: -9999px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 22px;">Like on Facebook</span><span class="count" style="background: rgb(238, 238, 238); border: 0px; color: #666666; display: block; float: left; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px 5px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">0</span></a></div>
</li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><div class="socialShareBtn twitterShare nzhTip shareEnabled" data-title="Twitter" style="background: transparent; border-radius: 2px; border: 0px; line-height: 22px; margin: 0px 0px 0px 10px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; vertical-align: baseline;" title="">
<span class="share socialDisabled" style="background: url(http://www.nzherald.co.nz/themes/1/img/social/shareBtns.png?21102013) 0px -230px no-repeat; border: 0px; color: #dddddd; cursor: default; direction: ltr; display: block; float: left; height: 22px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-indent: -9999px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 22px;">Twitter</span><span class="count socialDisabled" style="background: rgb(238, 238, 238); border: 0px; color: #dddddd; cursor: default; display: block; float: left; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px 5px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">0</span></div>
</li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><div class="socialShareBtn linkedinShare nzhTip shareEnabled" data-title="LinkedIn" style="background: transparent; border-radius: 2px; border: 0px; line-height: 22px; margin: 0px 0px 0px 10px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; vertical-align: baseline;" title="">
<a class="box" href="http://www.nzherald.co.nz/business/news/article.cfm?c_id=3&objectid=11548685&ref=NZH_Tw#" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; float: left; margin: 0px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;"><span class="share" style="background: url(http://www.nzherald.co.nz/themes/1/img/social/shareBtns.png?21102013) 0px -253px no-repeat; border: 0px; color: #444444; direction: ltr; display: block; float: left; height: 22px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-indent: -9999px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 22px;">Post on LinkedIn</span><span class="count" style="background: rgb(238, 238, 238); border: 0px; color: #666666; display: block; float: left; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px 5px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">0</span></a></div>
</li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><div class="socialShareBtn googleShare nzhTip shareEnabled" data-title="Google+" style="background: transparent; border-radius: 2px; border: 0px; line-height: 22px; margin: 0px 0px 0px 10px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; vertical-align: baseline;" title="">
<a class="box" href="http://www.nzherald.co.nz/business/news/article.cfm?c_id=3&objectid=11548685&ref=NZH_Tw#" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; float: left; margin: 0px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;"><span class="share" style="background: url(http://www.nzherald.co.nz/themes/1/img/social/shareBtns.png?21102013) 0px -276px no-repeat; border: 0px; color: #444444; direction: ltr; display: block; float: left; height: 22px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-indent: -9999px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 22px;">+1 on Google+</span><span class="count" style="background: rgb(238, 238, 238); border: 0px; color: #666666; display: block; float: left; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px 5px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">0</span></a></div>
</li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"></li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"></li>
</ul>
<div class="articleTagsWrap" id="articleTagsWrap" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; opacity: 1; outline: 0px; padding: 1px; position: relative; vertical-align: baseline; z-index: 1;">
<ul class="tagList clearWrap" id="tagList" style="background: transparent; border: 0px; height: 32px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 1px 6px 8px 2px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><a href="http://www.nzherald.co.nz/interactive/news/headlines.cfm?c_id=1501141" style="background: rgb(247, 247, 247); border-radius: 3px; border: 0px; box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.298039) 0px 1px 1px; color: #666666; cursor: pointer; line-height: 24px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 3px 6px; position: relative; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Interactive</a></li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 1px 6px 8px 2px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><a href="http://www.nzherald.co.nz/interactive-graphics/news/headlines.cfm?c_id=1503244" style="background: rgb(247, 247, 247); border-radius: 3px; border: 0px; box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.298039) 0px 1px 1px; color: #666666; cursor: pointer; line-height: 24px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 3px 6px; position: relative; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Interactive graphics</a></li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 1px 6px 8px 2px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><a href="http://www.nzherald.co.nz/property/news/headlines.cfm?c_id=8" style="background: rgb(247, 247, 247); border-radius: 3px; border: 0px; box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.298039) 0px 1px 1px; color: #666666; cursor: pointer; line-height: 24px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 3px 6px; position: relative; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Property</a></li>
<li class="tagOverflow" style="background: rgb(247, 247, 247); border-radius: 3px; border: 0px; box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.298039) 0px 1px 1px; color: #666666; cursor: pointer; float: left; line-height: 18px; list-style: none; margin: 1px 6px 8px 2px; outline: 0px; padding: 3px 6px; position: relative; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;">...</li>
<li style="background: transparent; border: 0px; float: left; list-style: none; margin: 1px 6px 8px 2px; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.1s; transition-property: color, background-color; vertical-align: baseline;"><a href="http://www.nzherald.co.nz/residential-property/news/headlines.cfm?c_id=76" style="background: rgb(247, 247, 247); border-radius: 3px; border: 0px; box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.298039) 0px 1px 1px; color: #666666; cursor: pointer; line-height: 24px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 3px 6px; position: relative; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Residential Property</a></li>
</ul>
</div>
</div>
<div class="articleBody" data-next-classification=" Business" data-next-link="/business/news/article.cfm?c_id=3&objectid=11548678" data-next-title="Horizon drops hostile bid for Depomed after judge's ruling" id="articleBody" style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; margin: 0px 0px 20px; max-width: 540px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline; width: 540px;">
<div class="articleMedia c_id3" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #777777; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin: 0px 0px 20px; max-width: none; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<figure style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;"><img alt="Students have a discernible impact on rental prices, data shows. Photo / Supplied" height="310" src="http://media.nzherald.co.nz/webcontent/image/jpg/201547/SCCZEN_A_TV1Wk13AFlock_620x310.jpg" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" width="620" /><figcaption class="caption" style="background: transparent; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204); border-bottom-style: dashed; border-width: 0px 0px 1px; color: #666666; font-size: 13px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 5px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 10px 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 620px;">Students have a discernible impact on rental prices, data shows. Photo / Supplied</figcaption></figure></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Changing student populations have a real impact on rental prices for the university-centred cities of Dunedin and Wellington.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Rental bond information from Tenancy Services, mapped into interactive graphics by the Herald, show clear fluctuations in average rental prices in both cities that correlates with the academic year.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<strong style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank">Click here to see how rents have changed since 1993 from our data journalism website Herald Insights.</a></strong></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Dunedin property spokeswoman Liz Nidd said a substantial number of leases for flats in Dunedin were full 12 month leases, despite not being occupied all of that time.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
"Those properties sit there empty over the summer in most cases," she said.</div>
<div class="advert" id="DivContentRect" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; clear: both; color: #777777; float: right; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; height: 0px !important; line-height: 21px; margin: 0px 0px 12px 20px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline; width: 0px !important;">
<iframe align="left" allowtransparency="true" frameborder="0" height="0" hspace="0" id="ContentRect" marginheight="0" marginwidth="0" noresize="true" scrolling="no" src="http://data.apn.co.nz/apnnz/hserver/SITE=NZH/NW=NZMEP/AREA=SEC.BUSINESS.STY/CHA=BUSINESS/SS=BUSINESS/S1=PROPERTY/S2=INTERACTIVEGRAPHICS/S3=INTERACTIVE/S4=RESIDENTIALPROPERTY/S5=NONE/HB=BUSINESS._._._._/SCW=1366/SCH=768/WLOC=none/WH=20/WL=15/WC=showers/VT=NONE/VV=NONE/VP=NONE/SEGMENT=light//UT=0/CID=3/size=RECTANGLE/SA=6/SR=0/POS=2/VA=NO/random=728904589/viewid=52426526416/KEYWORD=herald+insights+students+impact+rent+prices+interactive+graphics+residential+property+changing+student+populations+real+rental+university+centred+cities+dunedin+wellington+bond+information+tenancy+services+mapped+clear+fluctuations+average" style="background: transparent; border-style: none; border-width: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" vspace="0" width="0"></iframe></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Many students continue to pay rent after leaving town at the end of the academic year, she said.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
"As a property owner, if you are going to provide property for that university market you've otherwise got an asset that's going to sit there for three months non-earning."</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
The rental property market had "always been like that" and students competed over flats for the next study year as early as August, she said.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: black; cursor: pointer; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"><figure class="inlineMedia inlineMedia-inline-image inlineMedia-center inlineMedia-width835" style="background: transparent; border: 0px; clear: both; margin: 0px auto 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 835px;"><img alt="Dunedin shows a regular trend year on year, possibly due to the movement of student population resulting in a significant change in the demand for rentals." src="http://media.nzherald.co.nz/webcontent/image/png/201547/dunedin_insights_19112015.png" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" /><figcaption class="caption" style="background: transparent; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204); border-bottom-style: dashed; border-width: 0px 0px 1px; color: #666666; font-size: 13px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 5px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 10px 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Dunedin shows a regular trend year on year, possibly due to the movement of student population resulting in a significant change in the demand for rentals.</figcaption></figure></a><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
"Those flat lists go out in August ... you've got people signing up in August to make sure they've got that special flat that they want for the next year.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Most landlords hoped to find tenants during the initial student market sales period and those that missed out could find themselves short.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
"Those owners are sometimes looking at not getting the full year for the next year because if they don't get them leased before the students head off for Christmas there's a good chance they're not going to get them sorted before the students come back."</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
While demand for flats had been constant over the years, Ms Nidd said boundaries for student accommodation had changed, resulting in a "bit of a moving feast".</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
"The boundaries of the campus have changed and there's quite a lot of multi-unit developments put in right in the heart of campus."</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
The university itself was also offering more accommodation, she said.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Rents in January in Dunedin showed an average of $361/week, which dropped to $294/week in June, then jumped back up to $390/week in October - perhaps picking up on students securing properties for the following year.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
It's a big change from 1993, where rent in the student town was an average of $145/week</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
</div>
<h2 style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: black; font-family: Stag-Serif-Semibold, Arial, sans-serif; font-size: 20px; font-stretch: normal; letter-spacing: 0.03em; line-height: 21px; margin: 0px 0px 7px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Auckland's rising house prices push rent up</h2>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
</div>
<figure class="inlineMedia inlineMedia-inline-image inlineMedia-center inlineMedia-width620" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; clear: both; color: #777777; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin: 0px auto 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 620px;"><img alt="Mean rent in Auckland has passed the $500 mark for the first time this year. " src="http://media.nzherald.co.nz/webcontent/image/jpg/201547/house_620x312.jpg" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" /><figcaption class="caption" style="background: transparent; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204); border-bottom-style: dashed; border-width: 0px 0px 1px; color: #666666; font-size: 13px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 5px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 10px 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Mean rent in Auckland has passed the $500 mark for the first time this year.</figcaption></figure><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
While many have chosen to rent rather than buy in Auckland due to rising house prices, average rent in New Zealand's biggest city passed the $500 mark for the first time this year.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Rental bond information from Tenancy Services, <a href="http://%20http//insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank">mapped into interactive graphics by the Herald Insights</a>, showed the city's average rent now stands at $514/week, rising from $491/week in January.<br style="max-width: inherit;" /><a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a><br style="max-width: inherit;" />North Shore rents are the country's highest at $543/week and Auckland's rents have been rising strongly since 1993, the information showed.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: black; cursor: pointer; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"><figure class="inlineMedia inlineMedia-inline-image inlineMedia-left inlineMedia-width838" style="background: transparent; border: 0px; clear: both; float: left; margin: 0px 20px 12px 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 838px;"><img alt="Auckland- <i>Click on image to explore regions</i>" src="http://media.nzherald.co.nz/webcontent/image/jpg/201547/auckland_insights_19112015%20copy.jpg" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" /><figcaption class="caption" style="background: transparent; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204); border-bottom-style: dashed; border-width: 0px 0px 1px; color: #666666; font-size: 13px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 5px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 10px 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Auckland- <i style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Click on image to explore regions</i></figcaption></figure></a><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
In 1993, Auckland's average rent sat at $200/week, with the North Shore a little higher at $209/week.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
With the city's rents well above the national average, the rental gap between Auckland and the rest of the country is widening.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
Comparatively, rents have an average of $414/week in Wellington, $394/week in Christchurch and $390/week in Dunedin.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: black; cursor: pointer; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"><figure class="inlineMedia inlineMedia-inline-image inlineMedia-left inlineMedia-width842" style="background: transparent; border: 0px; clear: both; float: left; margin: 0px 20px 12px 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 842px;"><img alt="Wellington- <i>Click on image to explore regions</i>" src="http://media.nzherald.co.nz/webcontent/image/jpg/201547/wellington_insights_19112015%20copy.jpg" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" /><figcaption class="caption" style="background: transparent; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204); border-bottom-style: dashed; border-width: 0px 0px 1px; color: #666666; font-size: 13px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 5px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 10px 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Wellington- <i style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Click on image to explore regions</i></figcaption></figure></a><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
In Christchurch, however, rents rose steeply after the earthquakes in 2010 and 2011.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: black; cursor: pointer; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"><figure class="inlineMedia inlineMedia-inline-image inlineMedia-left inlineMedia-width843" style="background: transparent; border: 0px; clear: both; float: left; margin: 0px 20px 12px 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 843px;"><img alt="Christchurch- <i>Click on image to explore regions</i>" src="http://media.nzherald.co.nz/webcontent/image/jpg/201547/christchurch_insights_19112015%20copy.jpg" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" /><figcaption class="caption" style="background: transparent; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204); border-bottom-style: dashed; border-width: 0px 0px 1px; color: #666666; font-size: 13px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 5px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 10px 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Christchurch- <i style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Click on image to explore regions</i></figcaption></figure></a><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
While average rent in the city was $291/week in August 2010, it's risen to a current figure of $394/week and peaked at $434/week in February this year.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: black; cursor: pointer; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"><figure class="inlineMedia inlineMedia-inline-image inlineMedia-left inlineMedia-width835" style="background: transparent; border: 0px; clear: both; float: left; margin: 0px 20px 12px 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline; width: 835px;"><img alt="Dunedin-<i> Click on image to explore regions </i>" src="http://media.nzherald.co.nz/webcontent/image/jpg/201547/dunedin_insights_19112015%20copy.jpg" style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" /><figcaption class="caption" style="background: transparent; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204); border-bottom-style: dashed; border-width: 0px 0px 1px; color: #666666; font-size: 13px; line-height: 17px; margin: 0px 0px 5px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 10px 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">Dunedin-<i style="background: transparent; border: 0px; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"> Click on image to explore regions</i></figcaption></figure></a><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<a href="http://insights.nzherald.co.nz/article/rent-change-in-new-zealand-regions" style="background: transparent; border: 0px; color: black; cursor: pointer; margin: 0px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(204, 204, 204) 0px 0px 1px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;" target="_blank"></a></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
The data also showed that rents in Wellington and Dunedin fluctuate on a seasonal basis, due largely to student populations.</div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; color: #333333; font-family: Calibri, Candara, Segoe, 'Segoe UI', Optima, Arial, sans-serif; font-size: 16px; line-height: 21px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border-image-outset: initial; border-image-repeat: initial; border-image-slice: initial; border-image-source: initial; border-image-width: initial; border: 0px; margin-bottom: 12px; max-width: inherit; outline: 0px; padding: 0px; transition-duration: 0.2s; transition-property: color, background-color, border-color, opacity; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Calibri, Candara, Segoe, Segoe UI, Optima, Arial, sans-serif;"><span style="line-height: 21px;">http://www.nzherald.co.nz/business/news/article.cfm?c_id=3&objectid=11548685&ref=NZH_Tw</span></span></div>
</div>
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-65792968343310718082015-10-28T14:37:00.003-07:002015-10-28T15:49:05.584-07:00"The Disintegrated Systems of Spark's Complaint Management Systems"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px;">To maintain their survival, corporations should be able to respond well to the needs of their customers. When serving the customers, it is important for a corporation to have an integrated process. This process is usually supported with IT systems. However, sometimes companies have an extant process before, then the IT systems come. The next problem is usually a corporation has already implemented a legacy system or an old IT platform before and then it has to implement a new technology platform to serve business needs. However, this new platform sometimes could not be integrated easily with the legacy or old system. Therefore, it is not unusual in practice that a company still operates disintegrated IT systems to serve its customers. This company also has to maintain many redundant IT systems that could not communicate each other. Thus, it becomes very difficult to manage IT systems like these since the complexity of these disintegrated IT systems. However, to maintain its survival and to compete with other companies in the recent global environment, a company should continuously initiate the integration initiatives. A company may not just leave their disintegrated IT systems as it is. It could give bad corporate image and customers in the long run will leave this company</span>.<br />
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px;">Corporations that are operated using high tech should understand about the need to integrate their IT systems, especially a company that has determined Internet services as its core business. However, what I learned from Spark was not like that. Whilst the main business of Spark is Internet services, it has a difficulty to integrate its systems. I had experience with these disintegrated systems when complaining about my broadband connection using the Spark Chat. I had already contacted the Spark Call Center before. They had log in the case. In the next day, I wanted to check the follow up of my complaint using the Spark Chat. I asked the operator who was chatting with me whether there was a record about my complaint. Unfortunately, the operator told me that he could not read the records because he did not have access to the other systems. In practice, the main job of Spark Chat's operator only to record the complaints again and ask other people in Spark to contact back the customers through the Spark Call Center. Poorly, if we have already shared the problems to the Spark Chat, the person who contacts us from the Spark Call Center will ask again what is the problem because this new person does not have access to the records in the Spark Chat's conversation.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px;">I think if Spark people want to maintain their business, they need to integrate their systems especially the systems that have direct contact or interaction with customers, such as the Spark's complaint management systems. The systems in the Spark Chat, the Spark Call Center, and the other systems in Spark should be integrated so they could serve customers better, efficiently and effectively.</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-58530861692474386012015-06-30T19:03:00.003-07:002015-06-30T19:04:32.876-07:00Menegakkan Akuntabilitas dan Demokrasi di Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Siapakah yang
lebih <i>powerful</i>, seorang menteri atau
anggota DPR? Pertanyaan ini tentu menarik ketika kita melihat peliknya situasi
politik belakangan ini, utamanya ketika terjadi debat sengit tentang etika
bersidang para pejabat negara di DPR. Kita sering melihat, sebagai contoh,
begitu mendebu-debunya seorang anggota DPR menuntut kehadiran seorang menteri
di persidangan DPR</span>, tetapi <span lang="IN">ketika
menteri yang diundang akhirnya hadir, hanya segelintir anggota DPR yang hadir.
Kita juga sering melihat anggota DPR yang </span>semangat <span lang="IN">bertanya di awal</span> persidangan<span lang="IN">, tetapi ketika sang menteri memberi jawaban,
anggota DPR itu sudah tidak </span>ber<span lang="IN">ada di ruang sidang</span>, sibuk dengan urusan pribadinya di luar<span lang="IN">. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Dari persidangan
itu, kita bisa melihat bahwa anggota DPR merasa begitu <i>powerful</i></span>-<span lang="IN">nya
dibandingkan dengan seorang menteri. </span>Lihatlah, a<span lang="IN">nggota DPR mempunyai kewenangan memaksa seorang
menteri untuk hadir di persidangan, tetapi menteri tidak </span>memiliki <span lang="IN">kewenangan itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Dalam sistem demokrasi parlementer</span> seperti Selandia Baru,
Australia, atau Inggris Raya<span lang="IN">,
seor</span><span lang="IN">ang menteri jelas </span>lebih <i><span lang="IN">powerful</span></i><span lang="IN"> dibandingkan dengan anggota DPR. Sebab, dalam
sistem parlementer</span> ini<span lang="IN">, </span>seorang
<span lang="IN">menteri juga merangkap jabatan
sebagai anggota DPR. Menteri dipilih oleh seorang perdana menteri dari anggota
DPR </span>yang terpilih<span lang="IN">. Artinya,
untuk menjadi menteri, pertama kali seseorang harus dapat menguasai kursi
parlemen. Ia harus didukung oleh suara </span>rakyat<span lang="IN">, yang biasanya melalui pemilihan langsung.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Akan halnya
dengan sistem presidensial</span> sebagaimana di Indonesia<span lang="IN">, menteri tidak melalui proses seleksi pemilihan
langsung oleh rakyat. Dalam sistem presidensial</span> ini<span lang="IN">, menteri dipilih oleh presiden, yang bisa jadi
sebelumnya </span>sudah <span lang="IN">terpilih
menjadi anggota DPR atau </span>bisa juga ‘hanya’ <span lang="IN">dari </span>rakyat <span lang="IN">biasa. Karena itu, dalam sistem presidensial, seorang anggota DPR akan
merasa lebih <i>powerful</i> </span>dibanding
<span lang="IN">seorang menteri. Ia bahkan merasa
memiliki posisi seimbang dengan presiden karena sama-sama dipilih langsung oleh
rakyat. Sebagaimana presiden, anggota DPR juga menganggap dirinya
bertanggung-jawab langsung ke rakyat. Dalam sistem presidensial, menteri hanya
bertanggung-jawab ke presiden.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Pertanyaan
lanjutannya, apakah sistem </span>demokrasi <span lang="IN">yang dianut Indonesia itu telah tepat? Pertanyaan itu tentu sulit dijawab.
Sebab, proses demokrasi adalah proses politik yang panjang. Namun, Ziegenhain
(2015) menganggap bahwa </span>proses demokrasi <span lang="IN">Indonesia bisa dibilang lebih baik dibandingkan dengan Thailand dan
Philipina. Thailand sampai sekarang sistem demokrasinya dianggap tidak <i>legitimate</i> karena konstitusinya
dihasilkan oleh pemerintahan militer. Sementara itu, Philipina menuju sistem
demokrasi yang tidak berujung dan tidak berpangkal. Banyak warga negaranya yang
akhirnya meninggalkan negeri ini mencari peruntungan di negara lain, seperti
Selandia Baru, karena suramnya masa depan negeri ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Ziegenhain </span>(2015)
<span lang="IN">melihat sistem demokrasi Indonesia
lebih baik dari dua negara lainnya itu dari tiga mekanisme: akuntabilitas
pemilihan (<i>electoral accountability</i>),
akuntabilitas vertikal (<i>vertical
accountability</i>), dan akuntabilitas horisontal (<i>horizontal accountability</i>). Dengan mekanisme akuntabilitas
pemilihan langsung presiden/kepala daerah dan anggota DPR/DPRD saat ini,
Indonesia berhasil menghindari kondisi yang dapat menciptakan kembalinya
“diktator yang honest”. Sebab, salah satu ancaman demokrasi adalah munculnya </span>“<span lang="IN">pemilih buta</span>”<span lang="IN"> yang begitu mengagum-agumkan pemimpin yang polos
dan jujur. Padahal, tanpa adanya akuntabilitas horisontal berupa pengawasan yang
berimbang dari anggota dewan, </span>presiden <span lang="IN">yang awalnya </span>berasal dari <span lang="IN">pejuang demokrasi </span>atau rakyat biasa <span lang="IN">bisa menjadi diktator yang mengancam </span>sistem<span lang="IN"> demokrasi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Kita bisa
melihat, sebagai contoh, apa saja yang dilakukan oleh Jokowi, </span>(awalnya) <span lang="IN">sering dianggap benar. Sebagai pemimpin
yang berasal dari rakyat biasa, pemilihnya begitu </span>mengagumkan dan <span lang="IN">memujanya. Begitu ada orang yang
mengkritik Jokowi, maka ia akan langsung dibantai oleh media konvensional
ataupun </span>media <span lang="IN">sosial. Hal ini
jika dibiarkan akan memungkinkan Indonesia </span>menuju <span lang="IN">diktator baru.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Syukurnya,
immunitas anggota DPR dalam mengawasi presiden</span>, sebagai salah satu
mekanisme akuntabilitas horisontal, begitu kuat<span lang="IN">. Karena itu, kemungkinan Indonesia menciptakan diktator baru adalah
rendah. Dengan mekanisme akuntabilitas horisontal saat ini, anggota DPR dapat
menyuarakan pendapatnya yang dilindungi oleh perundangan yang </span>ada<span lang="IN">. Mau tidak mau, akhirnya presiden harus </span>mampu<span lang="IN"> berkolaborasi dengan anggota DPR. Jika
presiden ingin berhasil menjalankan pemerintahannya, ia harus mau berkompromi
dengan anggota DPR. </span>Dengan demikian<span lang="IN">, setiap keputusan yang dihasilkan adalah hasil konsensus </span>dengan <span lang="IN">berbagai pihak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Memang, pengambilan
keputusan berbasis konsensus mengakibatkan tidak jelasnya siapa yang harus bertanggung-jawab
jika suatu program gagal atau tidak berjalan. Namun, kepemimpinan berbasis </span>k<span lang="IN">onsensus ini akan memungkinkan kestabilan
demokrasi di Indonesia dan menghindarkan munculnya diktator baru yang dapat
mengancam demokrasi. Paling tidak, walaupun demokrasi Indonesia tidak semakin
maju dan stagnan, Indonesia </span>masih <span lang="IN">bisa mempertahankan sistem demokrasinya (Ziegenhain, 2015). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Dari ketiga
mekanisme akuntabilitas itu, yang perlu diperbaiki jika Indonesia ingin
meningkatkan demokrasinya </span>utamanya <span lang="IN">adalah akuntabilitas vertikal</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">(Ziegenhain, 2015). Sebab, dengan sistem
demokrasi, proses desentralisasi tidak akan terhindarkan. Untuk menjaga agar
“raja-raja kecil” di daerah tidak mengancam demokrasi, maka akuntabilitas
vertikal harus ditegakkan. Peran berbagai kementerian dan lembaga di tingkat
pusat, walaupun paradoksial -- seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional -- dalam menjaga akuntabilitas
vertikal sangat penting. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Sialnya,
alih-alih berkoordinasi, berbagai kementerian dan lembaga tingkat pusat </span>malah
<span lang="IN">bekerja tanpa koordinasi. Mereka menerbitkan regulasi yang saling
tumpeng-tindih dan malah membingungkan pemerintahan di daerah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Berbeda dengan
negara lain, ternyata untuk menjaga demokrasi di Indonesia, kita tidak hanya
perlu memperhatikan peran dari para politisi. Regulasi di Indonesia tidak hanya
dihasilkan oleh perdebatan para politisi, tetapi juga birokrasi (Crouch, 2010).
Lemahnya koordinasi instansi tingkat pusat adalah karena lemahnya koordinasi
para birokrat di tingkat pusat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<span lang="IN">Mereka </span>para
birokrat tingkat pusat <span lang="IN">terlalu silau
dengan kepentingannya masing-masing sehingga lupa menjaga akuntabilitas
vertikal. Penegakan akuntabilitas vertikal, berupa pengawasan kepada lembaga di
tingkat daerah, bukan hanya milik Kementerian Dalam Negeri, tetapi juga
berbagai kementerian lain di tingkat pusat. Karena itu, menjadi tantangan bagi
kita semua untuk memperbaiki akuntabilitas vertikal tersebut.</span></div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-55981630629459510442015-04-28T13:45:00.001-07:002015-04-28T13:46:58.224-07:00Umur Ekonomis Mahasiswa PhD<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="-webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: white; color: #141823; display: block; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 14px/19.31px helvetica, arial, "lucida grande", sans-serif; letter-spacing: normal; margin: 0px 0px 6px; text-align: left; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 1; word-spacing: 0px;">
Tempo hari ada seorang mahasiswa yang sedang mengambil master di Auckland berpandangan bahwa menjadi mahasiswa PhD itu lebih banyak waktu. Mereka mahasiswa PhD itu punya waktu lebih banyak untuk jalan-jalan, bisa lebih sering update status facebook, dan seterusnya. Ternyata pandangan itu tidaklah selalu benar.<br />
<br />
Selama sekitar satu tahun melalui perjalanan sebagai mahasiswa PhD, saya merasakan bahwa mahasiswa PhD bukan berarti memiliki waktu lebih banyak dari mahasiswa master. Hal ini terasa ketika minggu lalu saya mendapat konfirmasi candidature. Saya dan kedua supervisor saya cukup berbahagia ketika komite di fakultas sangat mengapresiasi p<span class="text_exposed_show" style="display: inline;">roposal yang saya buat; dengan bantuan supervisi dari kedua supervisor saya, tentunya. Email dari sekretariat komite tertulis seperti ini:</span></div>
<div style="-webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: white; color: #141823; display: block; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 14px/19.31px helvetica, arial, "lucida grande", sans-serif; letter-spacing: normal; margin: 0px 0px 6px; text-align: left; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 1; word-spacing: 0px;">
<blockquote class="tr_bq">
<div class="text_exposed_show" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: white; color: #141823; display: inline; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 14px/19.31px helvetica, arial, "lucida grande", sans-serif; letter-spacing: normal; text-align: left; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 1; word-spacing: 0px;">
<div style="margin: 0px 0px 6px;">
"Dear Rudy</div>
<div style="margin: 6px 0px;">
The PhD/MPhil Committee meeting of 22 April 2015 considered your PGR9 Confirmation of Candidature Research Proposal.</div>
<div style="margin: 6px 0px;">
I am pleased to advise that the Committee approved your PGR9. The Committee commend you on an excellent report and presentation. Congratulations!</div>
<div style="margin: 6px 0px;">
Congratulations Rudy."</div>
</div>
</blockquote>
</div>
<div class="text_exposed_show" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: white; color: #141823; display: inline; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 14px/19.31px helvetica, arial, "lucida grande", sans-serif; letter-spacing: normal; text-align: left; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 1; word-spacing: 0px;">
<div style="margin: 0px 0px 6px;">
Cukup menyenangkan bukan? Ya, untuk sesaat. Ternyata itu barulah langkah awal. Walaupun saya mempunyai masa waktu menyelesaikan PhD sekitar 3 tahun, bukan berarti umur mahasiswa PhD itu 3 tahun dan bisa berleha-leha, loch.<br />
<br />
Dalam pandangan saya, ternyata umur ekonomis mahasiswa PhD itu bisa ditaksir sekitar 6 bulan dan bukan 3 tahun. Umur ekonomis ini biasa dikenal di dunia akuntansi. Maklumlah, orang akuntansi suka mengkuantifikasi banyak hal. Bahkan, umur ekonomis Anda sebagai pegawai perusahaan pun dicoba untuk diukur oleh orang akuntansi, yang biasa dikenal sebagai human capital atau human asset.<br />
<br />
Umur ekonomis banyak digunakan untuk mengukur aset. Aset itu bagi dunia akuntansi mempunyai umur ekonomis. Walaupun aset sejenis mobil bisa dipakai 10 tahun atau lebih, bagi dunia akuntansi umur ekonomisnya hanya 5 tahun. Kalau kita ingin memperpanjang umur ekonomisnya, maka pada akhir tahun ke-5 harus di-valuasi kembali. Kadang, aset itu harus di-overhaul total dengan biaya tambahan agar umur ekonomisnya bisa diperpanjang.<br />
<br />
Umur ekonomis mahasiswa PhD itu 6 bulan karena setiap akhir bulan ke-6 supervisor dan universitas akan meng-valuasi kembali secara periodik mahasiswa PhD. Nach, di sinilah titik kritisnya. Walaupun seorang mahasiswa PhD sudah menjadi PhD Candidate, bukan berarti umur ekonomisnya 3 tahun. Seorang mahasiswa PhD harus bisa meyakinkan supervisor dan universitasnya bahwa umur ekonomisnya bisa diperpanjang setelah 6 bulan itu untuk 6 bulan berikutnya.<br />
<br />
Jika mereka melihat umur ekonomisnya tidak bisa diperpanjang, maka seorang mahasiswa PhD akan di-scrap. Karena itu, mahasiswa PhD terus mempunyai semangat agar tidak menjadi barang scrap.</div>
</div>
<div style="margin: 6px 0px;">
</div>
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-16475676020992187462015-03-08T17:31:00.001-07:002015-04-28T13:49:38.611-07:00Tinggal di Pinggiran Auckland<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""></span><br /></span>
<span style="font-family: inherit;" xmlns="">Umumnya, mahasiswa di Auckland disarankan tinggal di city. Pertimbangan utama adalah agar tidak mengeluarkan biaya transportasi lagi ketika ke kampus. Cukup jalan kaki.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Sebelum saya tiba di Auckland, saya sudah merancang tinggal di Auckland karena saya tidak terlalu nyaman tinggal di city. Dari kecil saya dibesarkan di city, kota Jakarta. Sebelum tinggal di Auckland, saya tinggal di pinggiran Jakarta, daerah Bintaro. Biasanya saya naik kereta atau kendaraan dinas jika menuju ke kantor. Kalau naik kendaraan dinas, saya tidak nyaman menyetir sendiri, biasanya disupiri oleh supir kantor. </span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Saya sudah lama menikmati kehidupan di pinggiran. Akhir pekan bisa bersepeda ria dan banyak aktivitas lainnya. Nach, ketika akan ke Auckland, beberapa mahasiswa yang sudah lebih dahulu tinggal di Auckland sempat saya minta tolong untuk mencarikan tempat tinggal yang murah di arah selatan Auckland, seperti Mount Roskill, Mount Wellington, bahkan Manukau. Ternyata, mereka tidak ada yang berani merekomendasikan saya tinggal di sana. Rupanya ada masalah keamanan lingkungan. </span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Ketika beberapa waktu lalu saya mampir ke presentasi seorang teman di AUT Manukau, saya tadinya akan memarkirkan kendaraan saya di jalan, seperti kebiasaan saya tinggal saat ini di North Shore. Ternyata, teman saya tidak menyarankan saya untuk melakukan itu. Kendaraan kita bisa hilang, katanya. Jadi, sampai saat ini saya tidak punya pengalaman tinggal di arah selatan Auckland. </span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Pengalaman saya tinggal di pinggiran Auckland arah utara, North Shore, ternyata saran untuk tinggal di city dengan alasan biaya transportasi sebenarnya tidak selalu tepat. Sering ada yang salah memperhitungkan bahwa tinggal di North Shore akan mengeluarkan biaya transport 3 stage ke city. Saya rasa, itu tidak selalu demikian. Hal ini tergantung di mana kita tinggal di North Shore dan tahu kapan ke kampus atau kembali dari kampus, atau juga alternatif lain bertransportasi.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Cara untuk menghemat yang biasanya saya lakukan adalah pertama dengan berangkat ke kampus di AUT City pagi hari, kemudian pulang sore, jangan kemalaman. Sampai jam 8.15 pagi, ada bus direct dari tempat tinggal saya di Glenfield ke AUT City (Mayoral Drive). Saya bayar sekali jalan $2.92 dengan kartu AT Hop. Pulang pergi tentu sekitar $6. Nach, bisa dikalkulasi jika ke kampus 5 hari seminggu sekitar $30. Kalau dikompensasi dengan biaya sewa di city, tentu sebenarnya masih kompetitif. Apalagi jika kita tinggal bersama keluarga. Tinggal di city tentu sangat tidak terjangkau tarif sewanya untuk sebuah keluarga.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Cara kedua, kalau saya kesiangan, saya naik sepeda atau memarkirkan kendaraan saya di dekat kampus AUT North Shore. Kemudian, saya naik shuttle bus AUT North Shore ke AUT City sekitar $2 sekali jalan. Pulang pergi sekitar $4.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Cara ketiga, ketika hari libur, di mana shuttle bus AUT North Shore tidak beroperasi, saya memarkirkan mobil saya di stasiun Akaronga. Di sana bisa parkir free 4 jam. Atau saya ke stasiun yang agak jauh, Constellation. Di sana free parkir seharian. Ada stasiun yang dekat rumah, Smales Farm, saya bisa parkir sepeda di sana. Tarif sekali jalan $2.21 naik Northern Express, turun di Britomart, dan jalan ke kampus. Nach, dari stasiun-stasiun ini saya lihat di pagi hari juga ada bis yang direct ke University of Auckland (UOA). Saya juga kadang naik bis ini, turun di Symonds Street, langsung ke ruang kerja saya di AUT City. Saya perhatikan banyak juga student UOA yang tinggal di North Shore. Jadi, pulang-pergi sekitar $5.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Cara keempat, dan ini hanya bisa dilakukan oleh student AUT, saya lebih sering bekerja di AUT North Shore. Saya parkir sepeda di kampus atau mobil di jalan. Di sana saya bisa bekerja di ruang postgraduate, sharing dengan student master. Saya malah lebih banyak kerja di ruang ini daripada di AUT City karena suasana belajarnya lebih terasa. Mungkin karena di ruang ini dilarang ribut, kemudian desain ruangannya menyenangkan, ada dapur langsung di dalam ruangan, dan bersih. Kalau di office saya di AUT City, debu selalu menjadi masalah. Saya sensitif dengan debu. Kemudian, bising dengan kendaraan yang lewat.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Cara keempat ini juga bisa saya lakukan karena supervisor saya orang yang mudah diajak berkomunikasi secara elektronik. Walaupun sudah berumur, mereka familiar menggunakan media elektronik. Review proposal saya dilakukan langsung ke file dengan mengaktifkan tracking system di word processor. Saya hanya bertemu pada waktu-waktu tertentu saja.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Yang menyenangkan juga tentunya adalah saya tidak perlu membayar biaya mingguan untuk parkir mobil seperti halnya jika tinggal di City. Kendaraan bagi saya sangat perlu. Keluarga tentu saja akan jenuh jika tinggal di rumah, atau hanya jalan di sekitaran saja. Bersosialisasi dengan mengikuti pengajian juga memerlukan kendaraan. Dengan tinggal di pinggiran, kita bisa parkir bebas di jalanan ketika tinggal di North Shore, tanpa membayar biaya sewa parkir segala.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Sebenarnya, saya terpikir juga pindah ke selatan Auckland. Namun, membaca berita kriminal di daerah sana, menjadi ngeri-ngeri sedap juga. Ada memang kriminal di North Shore, tetapi pemberitaannya tidak sesering di arah selatan yang saya baca. Pertimbangan lain, anak pertama saya yang di Westlake Boys School sudah mulai nyaman. Kebanyakan orang saya lihat bangga sekolah di sana. Saya lihat memang sistem belajarnya bagus. Di sekolah ini, pelajaran yang diberikan komprehensif. Sejauh ini anak saya sudah berhasil menaikkan band-nya.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Demikian. Mudah-mudah bermanfaat dan menambah wawasan untuk bisa survive menangani biaya transportasi dan kehidupan di Auckland, terutama untuk yang berkeluarga.</span></span></div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-30798365008272189122015-02-07T20:37:00.001-08:002015-03-08T17:36:58.344-07:00New Zealand Waitangi Day dan Reformasi Sektor Publik di Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span xmlns=""></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Tanggal 6 Februari adalah Hari Waitangi (Waitangi Day), di mana perjanjian antara Kerajaan Inggris dan kerajaan-kerajaan atau suku-suku di Aotearoa (New Zealand) ditandatangani sekitar 174 tahun yang lalu (6 Februari 1840) di sebuah daerah yang disebut Waitangi. Bisa dibilang, inilah hari jadinya Undang-Undang Dasar (UUD), sebuah konstitusi bernegara, yang hanya tiga paragraf, disahkan di New Zealand. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Anda bisa bayangkan, sebuah negara yang dikenal begitu majunya, ternyata hanya dibentuk dengan sebuah kontrak antara Kerajaan Inggris dengan sekitar 540 kepala suku di New Zealand. Kontrak ini bukannya tidak meninggalkan masalah, justru pada hari inilah terjadi perdebatan kembali tentang isi kontrak tersebut. Karena itu, pada hari inilah, orang-orang asli (Maori) memperdebatkan kembali hak-hak mereka yang mesti ditunaikan oleh para pendatang kulit putih (Pakeha) dan juga sebaliknya. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Masing-masing pihak masih mempertanyakannya. Untuk menuntaskan ini, bahkan sampai dibuat peradilan tersendiri. Banyak kasus yang akhirnya bisa diselesaikan, dengan menunaikan secara cash settlement, permintaan maaf, atau cara lain. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Di tengah kelabilan fondasi bernegara, hebatnya, negara ini bisa maju terus. Pertumbuhan yang menakjubkan dan terkendali. Selalu terkenal sebagai negara yang termasuk "paling" bersih dari KKN, negara yang "paling" nyaman ditinggali, dan seterusnya. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Ketika mereka berhasil mereformasi negaranya sekitar tahun 1984 - 1990, di bawah Partai Buruh--mirip partai aliran sosialis kiri yang sekarang memimpin Indonesia--banyak tulisan akademik yang disusun. New Zealand selalu menjadi contoh keberhasilan reformasi di bawah teori New Public Management (NPM) setelahnya, termasuk misalnya transisi menuju sistem akrual yang kini diterapkan di Indonesia. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Beberapa negara berkembang yang masih dikungkung keterbelakangan seperti Indonesia pun mencoba-coba meniru perubahan radikal tersebut, yang biasa diusung dengan kata "reformasi". Agar reformasi berhasil, beberapa resep NPM kemudian dibuat oleh negara donor seperti WorldBank dan ADB; dan Indonesia mengikutinya dengan taat. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Beberapa hal telah mulai dilakukan di Indonesia. Beberapa hal berhasil, beberapa hal gagal. Sebuah tulisan sebenarnya telah mengingatkan agar negara berkembang jangan mencoba-coba mengadopsi program reformasi negara maju seperti New Zealand, tanpa melalui beberapa prasyarat utama (Schick, 1998). Perubahan dari sistem yang biasanya informal di negara berkembang seperti Indonesia menuju NPM selalu akan menjadi bumerang. Kini kegagalan itu sudah semakin tampak di depan mata. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Saya tidak akan menguraikan secara detail nasehat tersebut. Saya akan mengambil beberapa hal yang menarik dari segi keilmuan kita. Saya mencoba merefer ke beberapa tulisan yang pernah diargumentasikan oleh pendukung NPM di Indonesia. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Suatu argumen yang sering didebatkan: Kita korupsi karena gaji kita rendah atau gaji kita rendah karena kita korupsi? Beberapa pendukung ekonomi pasar, tentu akan berargumentasi ke hal kedua. Teori <em>market</em> selalu menyalahkan orangnya, bukan kelembagaannya. Itulah sebabnya NPM selalu dibilang berbasis institusional ketimbang manusianya. NPM adalah pemikiran <em>neoliberalism</em> yang diajarkan dan didoktrinkan terus sebagai pilihan yang paling tepat di negara berkembang oleh pendukungnya. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Padahal, Schick (1998) mengingatkan:</span></span><br />
<div style="margin-left: 36pt;">
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><em>"In the case of civil service rules, this means that pay levels rise as the economy develops, the number of g[o]host positions declines, and public employees are given opportunities to acquire new skills and advance professionally. If these conditions are absent, learning will take place, but it will be pathological: how to beat the system, how to outmaneuver the controllers, how to get paid without really working, and so on</em>."</span></span></div>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Idealnya, pendapatan pegawai di sektor publik meningkat ketika perekonomian negara semakin baik, jumlah pegawai yang tidak jelas kerjanya menurun, dan para pegawai itu diberikan kesempatan untuk meningkatkan komptensinya. Itu idealnya. Masalahnya, ketidakidealan itu terjadi terus di Indonesia. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Contoh yang nyata adalah masih banyaknya "<em>gost employees</em>" di pemerintahan Indonesia yang masih dipertahankan. Kita tidak berani melakukan perubahan radikal atas hal ini, dengan memberhentikan mereka atau merumahkan mereka. Akhirnya, yang terjadi adalah sebagaimana ditulis Schick (1998), kondisinya menjadi semakin patologis. Mereka para pegawai -- termasuk anggota polisi yang kita perdebatkan belakangan ini -- semakin cerdas, belajar bagaimana mengakali sistem, bagaimana mengakali para auditor, bagaimana mendapat remunerasi yang semakin besar tanpa benar-benar bekerja yang bermanfaat untuk masyarakat. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Kesalahan berikutnya yang kita bisa lihat adalah NPM mengajarkan kita untuk melakukan otonomi dan desentralisasi. Pemerintah daerah diberi hak mengatur sendiri urusannya. Instansi pemerintah diberi hak untuk mengatur sendiri sistem keuangannya. Padahal, Schick (1998) bilang, desentralisasi dan otonomi itu bisa diberikan jika saja kita telah melalui proses terintegrasi. Kita bisa mengendalikan sesuatu secara terintegrasi dulu, baru kemudian memberikan kesempatan organisasi di level bawah bekerja secara otonom dan terdesentralisasi. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Bukan malah kebalikannya seperti saat ini, kita kini menghabiskan enerji membawa kembali semua komponen bangsa agar mau kembali ke konsep integratif, sebuah NKRI. Ini kata Schick (1998): "<em>[T]hey must operate in integrated, centralized departments before being authorized to go it alone in autonomous agencies</em>." </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Kegagalan berikutnya adalah, kita salah meletakkan strategi pengendalian. Selama ini kita terlalu banyak menekankan pengendalian eksternal, dengan adanya lembaga badan pemeriksa eksternal seperti BPK dan lembaga independen pemberantasan korupsi, seperti KPK. Kita mestinya telah bergeser seperti yang ditulis Schick (1998): "<em>[F]rom control of individual actions to control within a broad band, from reviewing specific actions to reviewing systems.</em>" </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Saat ini, pegawai pemerintah sedang dituntut membuat SKP, membuat kinerja yang semakin individualis. Padahal, sebuah negara yang berhasil adalah mengelola kinerjanya bukan per individu, tetapi sebuah "<em>block</em>", sistem kolektif. Jika yang dikejar masih individu orang per orang, maka sampai kapan pun yang terjadi adalah akal-akalan sistem. "<em>They will 'game' the system, and even cheat, to gain the maximum reward for the minimum effort</em>," tulis Talbot (2010). Mereka akan merekayasa seolah-olah telah berkinerja, padahal tidak benar-benar berkinerja. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Karena itu, Schick (1998) kembali menulis, kalau negara berkembang seperti Indonesia akan maju sektor publiknya, seperti Singapura, Indonesia mestinya bergeser dari "<em>external to internal controls</em>" dan kemudian barulah pantas mencangkokkan program reform yang ada di negara maju seperti New Zealand ke Indonesia. Indonesia mesti menempatkan pengendalian terhadap kumpulan orang-orang, team (sebagai sebuah "<em>block</em>"), daripada orang-per orang. </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Jika kita masih dalam fase menumbuhkan ketakutan terhadap "<em>external controls</em>", maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan maju. Tidak akan pernah sampai ke <em>results-based budgeting</em> yang selalu diagung-agungkan oleh pendukung reformasi!</span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;">Dipublikasi di Detik.com pada alamat </span></span><br />
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman; font-size: 12pt;"><br /></span></span>
<span xmlns=""><span style="font-family: Times New Roman;">http://news.detik.com/read/2015/02/09/205420/2828214/103/new-zealand-waitangi-day-dan-reformasi-sektor-publik-di-indonesia</span></span><br />
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-82653045271653398272014-12-02T16:01:00.003-08:002014-12-02T16:32:13.060-08:00Menaikkan Anggaran Kepolisian: Apakah Solusi? <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipZun6RsYbV7fy9NpoyYw9SAf0iydUVSBuTRtcd6DcgD5cRBYTqXmd2UDhggYnzLRwLS315RPEdx2hWVady3kDDHQpNeRvuDYHA0XhhJvLR8f37P54z2kUpftWmVoXht6rIQMUXm1wwEBf/s1600/A_150609NZHMSPOLICE5_620x311.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipZun6RsYbV7fy9NpoyYw9SAf0iydUVSBuTRtcd6DcgD5cRBYTqXmd2UDhggYnzLRwLS315RPEdx2hWVady3kDDHQpNeRvuDYHA0XhhJvLR8f37P54z2kUpftWmVoXht6rIQMUXm1wwEBf/s1600/A_150609NZHMSPOLICE5_620x311.jpg" height="160" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
Sumber foto: http://www.nzherald.co.nz/</div>
<br />
Kepolisian akhirnya buka-bukaan dengan keyataan pahit selama ini, yaitu soal bagaimana aparat kepolisian mengelola operasinya dan memperoleh dana. Karena dana yang terbatas, kepolisian telah menyatakan secara jujur dan terbuka bagaimana cara-cara lama digunakan untuk menangani kasus. Hal ini jarang sekali diperbincangkan secara terbuka.<br />
<br />
Bagi aparat kepolisian, sangat lazim dikenal istilah sumber dana dari si parman atau superman, yang panjangnya adalah dana dari "partisipasi teman" atau "sumbangan pertemanan". Dana ini biasanya digunakan untuk menyelesaikan suatu kasus. Misalnya, mencari pencuri atau pembunuh. Aparat kepolisian membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi untuk ini. Para komandan sering menganggap bahwa itu urusan masing-masing aparatnya untuk mencari dana tersebut.<br />
<br />
Karena itu, aparat kepolisian sering mencari dana dari pengusaha, atau bahkan ke pengusaha yang memiliki usaha ilegal, seperti bisnis prostitusi atau perjudian. Malah, kadang untuk kepentingan operasi menangkap pencuri atau pembunuh tersebut, aparat kepolisian dengan bahasa yang diharapkan bisa dipahami sendiri sering meminta bantuan dana dari korban atau keluarga korban. Karena itulah, muncul joke kalau kita kehilangan ayam, kemudian melapor ke kepolisian, malah bisa kehilangan sapi.<br />
<br />
Pada acara yang dihadiri lengkap para petinggi kepolisian, Presiden Jokowi menyatakan akan memberikan kenaikan dana 18%, atau sekitar Rp 8 triliun untuk menyelesaikan masalah klasik itu. Pertanyaannya, apakah itu cara tepat?<br />
<br />
Tentu saja, bahwa permasalahan ketersediaan dana adalah permasalahan klasik dalam mengelola organisasi publik, termasuk aparat kepolisian. Namun, menaikkan anggaran 18% rasanya tidak dengan serta merta akan menaikkan kinerja kepolisian atau menuntaskan masalah yang ada. Sebab, Indonesia mempunyai lokasi geografis yang luas dan jumlah penduduk yang begitu besar. Karena itu, pemerintah mestinya mencari cara-cara yang lebih tepat untuk meningkatkan kinerja kepolisian.<br />
<br />
Salah satunya adalah mongoptimalkan kembali konsep hankamrata. Kepolisian tidak akan bisa bekerja sendiri dalam memberantas tindak kriminal di masyarakat, apalagi dengan berkembangnya kejahatan berupa kelompok preman (organised crime) yang marak atau semakin dibiarkan di Indonesia. Saat ini, sebenarnya konsep hankamrata itu masih berjalan. Sebagai contoh, kita masih mempunyai keamanan RT dan RW. Bahkan, keamanan ini pun sering duplikasi. Di beberapa perumahan mewah pun marak keamanan per cluster. Masing-masing kelompok di Indonesia sebenarnya sudah mempunyai sistem keamanannya. Mereka membiayai sendiri operasi keamanan tersebut. Langkah pertama, mestinya kepolisian segera membangun sistem yang mengintegrasikan community policing agar bisa dioptimasi oleh kepolisian.<br />
<br />
Cara sederhana yang bisa dilakukan kepolisian untuk mengintegrasikan berbagai sistem keamanan berbasis komunal itu adalah dengan menggunakan teknologi. Kepolisian mestinya menginvestasikan anggarannya untuk membangun lebih banyak sistem komunikasi dengan berbagai sistem keamanan komunal tersebut. Kemudian, bagi beberapa kelompok komunal yang belum memiliki CCTV, kepolisian perlu menyebar perangkat ini ke berbagai wilayah lebih banyak lagi. CCTV yang ada di kelompok komunal juga harus diintegrasikan ke sistem nasional di kepolisian. Dengan demikian, setiap kejahatan bisa sejak dini dipantau. Jika terjadi kejahatan, kepolisian pun bisa terbantu untuk menelusurinya dari berbagai perangkat tersebut.<br />
<br />
Di Selandia Baru, konsep ini sudah lama dijalankan. Karena itu, untuk tahun anggaran 2014/15 anggaran kepolisian tidak dinaikkan. Malah, anggaran yang diterima tahun 2014/15 hampir sama dengan anggaran kepolisian tahun 2009/2010. Argumentasinya adalah sistem keamanan kepolisian telah dilengkapi peralatan canggih seperti smartphone dan tablet yang itu diperhitungkan sebagai efisiensi 500 ribu jam kerja dan sejumlah tertentu aparat kepolisian (NZ Herald, 15 Mei 2014). Itu pun terjadi pada anggaran Serious Fraud Office (semacam Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia), berkurang sekitar 2 juta dollar dari tahun sebelumnya.<br />
<br />
Memang, dengan pola yang saat ini ada di Selandia Baru, kepolisian tampak tidak berada di setiap tempat. Masyarakat jarang melihat adanya aparat kepolisian di wilayahnya. Namun, setiap ada kejahatan, kepolisian dapat bertindak cepat. Mereka pun banyak berhasil menelusuri pelaku tindak kejahatan. Padahal, mereka tidak membawa alat senjata ketika beroperasi.<br />
<br />
Selain integrasi dengan sistem keamanan komunal, kepolisian Indonesia juga perlu mengintegrasikan sistemnya dengan sistem lain yang terkait penanganan kecelakaan, kekerasan, kejahatan atau kriminal. Sebagai contoh, setiap kejahatan dengan tindak kekerasan tentu ada korban. Tentunya korban ini kadang masih bisa diselamatkan. Golden time itu sangat penting dalam penyelamatan korban. Karena itu, sistem kepolisian harus terintegrasi dengan sistem penanganan kecelakaan, seperti ambulans, rumah sakit, bahkan pemadam kebakaran.<br />
<br />
Untuk menghindari konflik dengan aparat militer, aparat kepolisian juga harus mau bekerja sama dan mengoptimalkan kemampuan militer. Sebagaimana di negara maju, jika sudah masuk kondisi darurat, seperti kerusuhan massal dan penjarahan, saatnya kepolisian melibatkan aparat militer, semacam Garda Nasional di Amerika Serikat.<br />
<br />
Kolaborasi itu penting agar kepolisian dan lembaga layanan publik lainnya yang ada di Indonesia tidak terperangkap dengan keterbatasan anggaran. Setiap lembaga publik harus bisa bekerja di tengah keterbatasan anggaran. Itulah yang menjadi keunikan tersendiri dalam mengelola lembaga publik.<br />
<br />
Intinya adalah kenaikan anggaran tetap perlu, tetapi kepolisian harus mempunyai langkah stratejik dalam menggunakan anggaran tersebut. Jika tidak, maka itu akan menjadi permasalahan klasik lembaga publik. </div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-26387368416953417012014-11-24T19:49:00.001-08:002014-11-24T19:49:06.704-08:00PhD Morning Tea<p><a href="http://lh3.ggpht.com/-G_DEQrjPgpI/VHP8LNejYZI/AAAAAAAADiI/7m6OIbiYp3E/s1600-h/clip_image001%25255B4%25255D.jpg"><img title="clip_image001" style="border-top: 0px; border-right: 0px; background-image: none; border-bottom: 0px; padding-top: 0px; padding-left: 0px; border-left: 0px; display: inline; padding-right: 0px" border="0" alt="clip_image001" src="http://lh4.ggpht.com/-bA9rbRhmVCM/VHP8MKjATyI/AAAAAAAADiQ/9HG_qwhq8Ms/clip_image001_thumb%25255B1%25255D.jpg?imgmax=800" width="463" height="327"></a></p> <p>Just another morning tea with the other PhD students at AUT Business School. This is the final morning tea for this year. See you all next year. </p> Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-56670678437742588222014-11-24T15:06:00.001-08:002014-11-24T15:17:42.810-08:00Video Wisata ke Selandia Baru Tahun 1940<p> </p> <p>Baru-baru ini muncul video tentang wisatawan yang berkunjung ke Selandia Baru tahun 1940. Bisa dibayangkan, itu adalah 74 tahun lalu. Hebatnya, hasil video itu masih bisa dilihat dengan baik dan dapat diakses di Youtube. </p> <p>Video perjalanan wisata dari Auckland ke arah selatan itu dibagi dua. Yang pertama dari Auckland ke Wairoa. Satu lagi, perjalanan wisata dari Wairoa ke Wellington. </p> <p>Berikut ini video yang ke arah Wairoa. </p><iframe height="315" src="//www.youtube.com/embed/LcXq7327Ddg" frameborder="0" width="540" allowfullscreen></iframe> <p>Ini yang dari Wairoa ke Wellington.</p> <p><iframe height="315" src="//www.youtube.com/embed/ORbsbLI8Sfc" frameborder="0" width="540" allowfullscreen></iframe></p> <p>Kalau melihat apa yang ditampilkan di video itu, suasana alam di Selandia Baru ternyata tidak berbeda dengan dulu 74 tahun lalu. Itulah hebatnya negara ini bisa menjaga keberlangsungan alamnya. </p> <p>Hanya saja, yang menarik bukan tentang suasana alamnya. Yang menjadi berita di sini adalah siapa orang-orang yang ada di video itu. Siapa tahu ada yang Anda kenal. Kalau ada, silahkan email ke <a href="mailto:rickhelin@aol.com">rickhelin@aol.com</a>.</p> Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-20802906136959663392014-10-28T17:31:00.001-07:002014-10-28T17:31:58.116-07:00Kabinet Kerja atau Kabinet Berintegritas?<span xmlns=''><p>Ketika mengumumkan anggota kabinetnya, Presiden Jokowi memberikan nama kabinetnya sebagai "kabinet kerja". Saya sempat bertanya, mengapa Jokowi tidak menggunakan kata "berkinerja"? Saya yakin orang-orang di sekitarnya paham perbedaan dua kata itu. Kalau hanya kerja, itu berarti hanya berproses, sedangkan berkinerja itu benar-benar menekankan pada hasil. Kesannya, Jokowi tidak terlalu mementingkan hasil. Karena itu, ia tidak menggunakan kata berkinerja. <span style='font-size:12pt'><br /> </span></p><p>Bisa jadi, itu pilihan yang diambil Jokowi melihat situasi politik saat ini. Paling tidak, pada pemerintahannya saat ini, ia merasa hanya bisa lebih banyak fokus kepada proses. Ia tidak terlalu menekankan target muluk-muluk, di mana kabinetnya bisa menghasilkan sesuatu yang besar. Baginya, bekerja saja dahulu sudah cukup baik. Menggunakan kata kabinet kerja dan memperhatikan tekanan politik yang akan semakin berat, dia menekankan kepada anggota kabinetnya agar tidak terlalu memusingkan komentar dari luar, terutama para anggota parlemen. Yang utama adalah seluruh anggota kabinetnya bekerja terus-menerus. <br /></p><p>Dengan demikian, masyarakat juga sudah dijejali kesadaran dari awal bahwa ia tidak menjanjikan banyak hal. Namun, ia percaya bahwa dengan terus bekerja secara berkualitas, maka secara tidak langsung pemerintahannya akan menghasilkan sesuatu yang besar. Ini tentu pilihan diksi yang sangat tepat. <br /></p><p><strong>Kerja atau Integritas? </strong><br /> </p><p>Namun, saya melihat apa yang ingin dicapai oleh Jokowi dengan pemilihan kata "kabinet kerja" tidaklah merepresentasikan proses yang telah dilaluinya dalam pemilihan anggota kabinet. Bagi saya, kabinet ini lebih tepat disebut "kabinet berintegritas". Kenapa demikian? Karena proses pemilihan anggota kabinet Jokowi lebih mementingkan integritas para calon. Lihatlah, di mana Jokowi meminta pendapat terkait histori dan potensi permasalahan anggota kabinetnya ke KPK dan PPATK. <br /></p><p>Tentu saja, sebelum ia menyampaikan list calon ke KPK dan PPATK, pertama kali ia melihat kompetensi calon. Namun, yang paling menentukan pada akhirnya, baginya, adalah integritas calon. Soalnya, tanpa calon yang berintegritas, bisa jadi pemerintahannya akan terganggu. Ia akan direpotkan dengan bongkar pasang anggota kabinet dalam lima tahun ke depan. <br /></p><p>Jokowi mementingkan integritas di atas kompetensi, dalam pandangan saya, karena ia tidak ingin mengulangi kesalahan pemerintahan sebelumnya. Pada pemerintahan sebelumnya, banyak orang-orang yang kompeten. Sayangnya, karena kompromi dengan partai politik, integritas menjadi dinomorduakan. Akhirnya, seperti kita lihat, pemerintahan yang lalu mestinya bisa menghasilkan hal-hal yang besar, tetapi terseok-seok dengan berbagai skandal. <br /></p><p>Ketika mengambil pilihan integritas di atas kompetensi, tentu saja Jokowi akan mendapat protes dari banyak pihak. Lihat saja contoh di mana akademisi ITB mengeluhkan terpilihnya seorang menteri yang, katanya, tidak paham prinsip-prinsip kebijakan perikanan dan kelautan, dengan bahasa-bahasa akademik yang canggih yang digunakannya. <br /></p><p>Kemudian, Jokowi lebih mengutamakan orang-orang yang berpengalaman di bidang administrasi dan keuangan daripada substansi teknis. Banyak kementerian yang kini dipimpin oleh mereka yang handal dalam pengelolaan administrasi dan keuangan. Lihat contoh Kementerian Perhubungan yang dipimpin oleh orang keuangan dan Kementerian ESDM yang dipimpin oleh akuntan. Jokowi lebih mementingkan aspek manajerial seorang calon daripada aspek substansinya. <br /></p><p>Pilihan ini, lagi-lagi akan mengecewakan banyak pihak, terutama para "tukang insinyur" yang paham substansi di bidangnya. Pos-pos yang biasanya diisi oleh alumni ITB, sebagai contoh, malah diisi oleh orang-orang non-ITB. Alumni ITB malah ditugasi mengisi pos kementerian pariwisata. <br /></p><p>Bagi saya, pilihan itu tidak terlepas dari latar belakang Jokowi. Dengan latar belakang kemampuan manajerial yang handal, tentu Jokowi juga akan memilih manajer-manajer yang handal di kabinetnya. Jokowi tidak terlalu mementingkan penguasaan anggota kabinetnya terhadap aspek substansi. Baginya, aspek substansi itu akan ditangani oleh staf di bawah anggota kabinet. <br /></p><p><strong>Pengendalian pada Lapis Bawah</strong><br /> </p><p>Model kabinet yang dipilih oleh Jokowi benar-benar mencontek habis konsep manajemen perusahaan. Ia percaya bahwa jika pemerintahan dipimpin oleh para manajer yang handal, maka kabinetnya akan menghasilkan sesuatu yang membanggakan. Apakah benar demikian? <br /></p><p>Asumsi Jokowi akan tepat jika ia bisa mengelola dengan baik sampai dengan para pejabat publik di lapisan bawah. Bahkan, sampai dengan level pelaksana. Pemerintahan saat ini, menurut saya, sudah mencapai suatu langkah besar dari segi konseptual dan simbolik. Tantangannya adalah tahap implementasi, yaitu bagaimana mengelola para direktur jenderal, direktur, dan bahkan pejabat di level bawahnya. <br /></p><p>Dengan model kepemimpinan seperti Jokowi ini, maka para pejabat di level bawah akan lebih ditekankan untuk menyusun target yang terukur. Mereka mau tidak mau akan banyak berbicara hal-hal detail. Jika disinkronisasikan dengan tepat, mereka bisa diarahkan untuk mencapai suatu fokus bersama daripada fokus individual di masing-masing struktur. <br /></p><p>Kita akan melihat nantinya tahap implementasi ini akan cukup berat bagi Jokowi. Sebagai contoh, lihatlah ketika Jokowi menyuruh anggota kabinet yang berasal dari professional untuk berlari-lari. Ia dapat melakukannya dengan baik, tetapi terkesan risih memerintahkan itu untuk anggota kabinet yang berasal dari birokrasi militer. Ketika anggota kabinet yang berlatar belakang dari militer hanya berjalan saja, dan juga anak dari presiden yang lalu, Jokowi agak sungkan menegurnya. <br /></p><p>Kita nantikan gebrakan dari Jokowi berikutnya di tataran bawah ini. <br /></p></span>Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-1922232276592470512014-10-20T04:05:00.000-07:002014-10-20T04:07:20.101-07:00New Zealand Slang!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Do you want to know New Zealand's slang, bro?<br />
<br />
Just read this, bro!<br />
<br />
http://www.brenontheroad.com/travellers-guide-new-zealand-slang/</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-44026804330104946692014-10-20T01:30:00.001-07:002014-10-20T17:18:32.565-07:00Bersepeda ke Kampus<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span xmlns=""></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaVkz4Upa1bDT8U8zbuRFfSE_VTS1Rw-OWho6Fb5nmRBq06fnhr_gPUGUsVOEogMUwv_FeQq1kM0txBV4TrzzRoW4CRoEe4DJ4Nbp8KOR3XKuom1fCwq9_zULu4gPOsBTrTWimCVkkoxKL/s1600/20141015_171649%5B1%5D.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaVkz4Upa1bDT8U8zbuRFfSE_VTS1Rw-OWho6Fb5nmRBq06fnhr_gPUGUsVOEogMUwv_FeQq1kM0txBV4TrzzRoW4CRoEe4DJ4Nbp8KOR3XKuom1fCwq9_zULu4gPOsBTrTWimCVkkoxKL/s1600/20141015_171649%5B1%5D.jpg" height="320" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWri68SYwO0MNLTmysZEdxkdUUylY3C0ra-ZPR_hlt129v4aWPuHQi-npNcv-H8m_KzgYVyT8s2EDjmHVG2mCmN0F749jjglvRw3zeLkccOueWpPAYj0O77G9eslgN5Tn2WALAUyP706J4/s1600/20141015_171700%5B1%5D.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWri68SYwO0MNLTmysZEdxkdUUylY3C0ra-ZPR_hlt129v4aWPuHQi-npNcv-H8m_KzgYVyT8s2EDjmHVG2mCmN0F749jjglvRw3zeLkccOueWpPAYj0O77G9eslgN5Tn2WALAUyP706J4/s1600/20141015_171700%5B1%5D.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Minggu lalu saya mengikuti training yang diorganisasikan oleh Auckland Transport. Saya mengambil kelas <em>expert</em> karena lebih dimaksudkan untuk <em>improvement</em> dan <em>safety</em>. Di training ini saya juga mendapat teori menggunakan <em>gear</em> yang benar. </span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Hal penting yang menjadi catatan saya adalah, Anda akan didenda $50 jika Anda bersepeda, tetapi:<br />- Tidak menggunakan helm;<br />- Salah satu rem bermasalah; atau<br />- Tidak menggunakan lampu ketika bersepeda di malam hari.</span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Kedua, ternyata ada teknik menggunakan helm sepeda yang benar. Saya pikir selama ini menggunakan helm tidak ada tekniknya. Asal dipakai saja.</span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Ketiga, untuk kondisi jalan di Auckland, ternyata kita cukup memainkan <em>gear</em> belakang pada posisi 1 atau 2 ketika menanjak, dan 6 atau 9 (tergantung jumlah gear) kalau menurun. <em>Gear</em> depan cukup diset di posisi 2 (tengah). Jika hanya perlu mengubah posisi <em>gear</em> depan ke posisi 3 atau 1 dalam kondisi ekstrim.</span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Aturan menggunakan aba-aba ketika berbelok ke kiri atau kanan dengan menggunakan tangan pada dasarnya sama dengan di Indonesia.</span><br />
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-28562037088552681822014-10-20T01:20:00.001-07:002014-10-20T01:20:36.777-07:00Ranking Departemen atau Universitas?<span xmlns=''><p>Sebelum saat ini kuliah di AUT, tempo hari sebenarnya saya juga mendapat <em>acceptance letter</em> dari sebuah universitas di New Zealand. Ranking universitas tersebut sebenarnya lebih bagus dari AUT. Hanya saja, ketika saya cek kembali untuk bidang saya, ternyata terjadi trend penurunan ranking pada universitas ini. Di sisi lain, rangking AUT pada bidang saya malah terus meningkat untuk subjek <em>accounting and finance</em>. Karena itu, ketika saya mendaftar ke aplikasi beasiswa NZAS, saya letakkan AUT di pilihan pertama. <br /></p><p>Rupanya tahun 2014 ini accounting dan finance di AUT rankingnya meningkat lagi dan masuk ke kelompok 51 - 100 dunia terbaik di dunia, dibanding tahun sebelumnya yang masih di kelompok 100 - 150. Ranking ini saya lihat cukup menunjukkan kualitas suatu departemen/fakultas selama studi di AUT. <br /></p><p>Saya suka menghadiri presentasi proposal riset dari departemen lain di AUT. Sepertinya, memang ranking ini cukup merepresentasikan kenyataan jika membanding kualitas antar departemen di AUT. <br /></p><p>Apa hikmahnya dari ranking ini? Ini bisa kita lihat secara positif dan negatif. Ini bisa menjadi peluang besar ke mereka yang di Indonesia ketika ingin mendaftar beasiswa. Tentunya, beasiswa akan lebih banyak diberikan oleh departemen yang ranking departemennya masih rendah. Soalnya, mereka membutuhkan periset baru. Namun, mereka harus bisa bekerja secara mandiri. <br /></p><p>Kalau dilihat secara negatif, maka mereka yang sangat membutuhkan pendampingan ketika riset agar tidak memilih departemen yang rankingnya masih rendah karena mereka harus benar-benar mandiri ketika riset. <br /></p></span>Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-18398635483236700722014-10-20T01:02:00.001-07:002014-10-20T01:02:57.501-07:00Populernya Ubi Jalar di New Zealand<span xmlns=''><p>Di sini, ubi jalar dikenal dengan nama Kumara. Beberapa bulan di sini, saya sering bertanya-tanya, kenapa supermarket memberikan <em>space</em> yang lumayan luas untuk menjaja ubi jalar? Yang bisa menandingi penyediaan <em>space</em> yang luas ini, kalau saya lihat, hanyalah kentang. Kalau kentang diberikan <em>space</em> yang luas, tentu wajar saja karena budaya <em>western</em> sering memakan kentang.<br /></p><p>Di negera kita, ubi jalar sering dianggap sebagai makanan kelas bawah, di masa lalu. Syukurnya, belakangan ini kantor-kantor pemerintah sudah mulai membiasakan diri menyediakan ubi jalar untuk hidangan <em>coffee break</em> karena aman untuk mencegah kolesterol buruk. Tapi, kenapa di New Zealand ubi jalar juga populer?<br /></p><p>Rupanya, saya baru tahu dari teman istri yang sama-sama bekerja di rumah sakit. Ia kebetulan berasal dari Cina. Katanya, ubi jalar baik untuk mengobati masuk angin. Karenanya, banyak pelanggannya di sini. <br /></p><p>Ini akhirnya menjawab pertanyaan saya. Soalnya, di sini kita sering diterpa angin dan akhirnya sering masuk angin. Kalau di Indonesia kita biasa menggunakan kayu putih atau minum tolak angin untuk mengatasi masuk angin, ternyata di sini kita cukup memakan ubi jalar dan itu efektif untuk membuang angin.<br /></p><p>Ubi jalar mahal di sini? Ya, kalau Anda membelinya di supermarket. Namun, saya sering membeli ubi jalar dengan harga promosi di toko Asia yang per kantong dihargai sekitar $1.99. Memang, ukurannya kecil-kecil, tetapi tidak masalah karena malah mudah merebusnya.<br /></p><p>"Orang pintar..., minum tolak..., ech makan ubi jalar...."<br /></p></span>Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-1642860100897666402014-10-20T00:53:00.001-07:002014-10-20T04:05:58.927-07:00Bagaimana Kalau Melahirkan di New Zealand?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span xmlns=""></span><br />
<span xmlns="">Saya pernah mendapat pertanyaan, apakah seorang istri yang kebetulan mahasiswi Dikti atau beasiswa lain yang non-NZAS ketika melahirkan di sini bisa mendapatkan fasilitas gratis di rumah sakit, seperti umumnya warga negara di sini? </span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Setelah saya cek, ternyata bisa, asalkan pasangannya/suaminya mempunyai <em>working visa</em> minimal 2 tahun. Soalnya, fasilitas untuk si suami ini sama dengan mahasiswa NZAS, yang fasilitas ini berlaku juga untuk pasangan dan keluarganya. Definisi pasangan (<em>partner</em>) di sini pun sangat luas, di mana bisa berarti pasangannya itu secara biologis berkelamin pria atau wanita. </span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Karena itu, jika dibalik logikanya, mahasiswa pria yang membawa istri, sebaiknya terlebih dahulu mengurus <em>working visa</em> minimal 2 tahun untuk istrinya agar ia (mahasiswa) dan anak-anaknya mempunyai hak sama ke fasilitas layanan kesehatan publik yang ada si sini. </span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Ini juga akan membantu, di mana jika tidak penting sekali, ia tidak perlu mengurus insurance lagi untuk keluarganya kalau sudah mempunyai pasangannya sudah mempunyai <em>working visa</em>. Khusus untuk kepentingan studi, mahasiswa di sini dipersyaratkan untuk memiliki asuransi. </span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Kalau Anda ingin dibiayai dari asuransi untuk melahirkan, saya lihat masih ada peluang itu. Yang saya lihat jelas tidak di-cover oleh asuransi adalah biaya aborsi dan KB saja. Artinya, melahirkan pun masih ada peluang dibiayai oleh asuransi di sini.</span><br />
<span xmlns=""><br /></span>
<span xmlns="">Jelasnya, lihat fasilitas ini di link ini:</span><br />
<span xmlns=""><a href="http://www.health.govt.nz/new-zealand-health-system/publicly-funded-health-and-disability-services/pregnancy-services" target="_blank"><span style="background-color: white; color: #3b5998; font-family: Helvetica; font-size: 10pt;">http://www.health.govt.nz/new-zealand-health-system/publicly-funded-health-and-disability-services/pregnancy-services</span></a></span><br />
</div>
Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-84646023747824580242014-10-20T00:37:00.001-07:002014-10-20T00:37:09.441-07:00Nama di Visa Berbeda dengan di Paspor<span xmlns=''><p>Ada pengalaman menarik di sini, yaitu ketika ada salah satu mahasiswa Indonesia tertahan lama di bandara Auckland hanya karena nama yang berbeda. Rupanya, yang bersangkutan telah mengubah namanya dari dua kata menjadi tiga kata di paspornya. Bagi yang pernah naik haji atau akan ke Saudi Arabia, pasti tahu adanya persyaratan khusus ini, di mana setiap orang harus mempunyai tiga kata pada namanya. Karena itu, biasanya kita mengubah nama di paspor menjadi tiga kata, walaupun awalnya di akte hanya ada satu atau dua kata terkait nama kita.<br /></p><p>Masalahnya, ketika Anda mendaftar visa ke New Zealand, nama mana yang akan digunakan? Nama yang tiga kata itu atau nama sebelumnya? Nach, ini yang terjadi. Karena mahasiswa tadi menggunakan dua kata pada nama di visanya yang berbeda di paspornya, akhirnya proses pemeriksaan di bandaran Auckland menjadi lama bagi dirinya (menurut info dari salah satu anggota rombongan). Ini akibatnya tidak hanya merepotkan dirinya, tetapi juga rombongannya. <br /></p><p>Akhirnya, rombongannya menjadi terganggu ketika tiba di kediaman yang dituju karena kebetulan menggunakan <em>shuttle bus</em> yang sama. Karena itu, Anda harus pastikan betul ketika mendaftar visa NZ nama Anda sudah menggunakan nama yang terakhir diubah, yaitu tiga kata itu. Jangan menggunakan nama sebelumnya.<br /></p><p>Namun, dalam pandangan saya, kemungkinan lamanya proses tersebut bisa terjadi bukan sekedar karena nama yang berbeda, tetapi juga histori pernah ke mana saja negara yang dituju oleh pemegang paspor. Atau, si mahasiswa tidak bisa menjawab dengan jelas pertanyaan petugas imigrasi ketika dintrograsi.<br /></p><p>Beberapa bulan sebelumnya, pernah ada seorang warga negara Indonesia yang ditolak masuk tanpa penjelasan. Jika tidak segera pulang membeli tiket pada kesempatan pertama, ia harus menginap di ruang penahanan kantor polisi (artinya ia akan mempunyai <em>criminal record</em> pernah ditahan di New Zealand). Untungnya, ada warga Indonesia yang berbaik hati segera membelikan tiket kembali dan warga negara Indonesia itu langsung kembali lagi ke Indonesia, tanpa lewat sama sekali dari kaca pemisah di bandara. Teman yang menjemput hanya bisa berkomunikasi lewat kaca.<br /></p><p>Masing-masing lembaga pemberi beasiswa yang sedang gencar mendanai beasiswa ke luar negeri, seperti LPDP, perlu mengontak Kedubes New Zealand di Indonesia terkait hal ini. Kedubes bisa dimintakan bantuan untuk memberikan <em>briefing</em> pengurusan visa dan segala macamnya terkait ketibaan peserta, sebagaimana penerima NZAS. Ini akan sangat bermanfaat. </p></span>Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442452418321223841.post-46602936307382043552014-10-20T00:24:00.001-07:002014-10-20T00:28:56.639-07:00Paspor Biru atau Hijau?<span xmlns=''><p>Pertanyaan ini selalu muncul dari pegawai negeri yang akan kuliah di luar negeri. Ada tiga alasan kenapa Anda menggunakan paspor biru di masa lalu. Pertama, karena adanya fasilitas khusus. Kedua, karena untuk syarat pencairan dana, kalau sumber pengeluaran anggarannya dari pos APBN/D. Ketiga, untuk keperluan penyesuaian ijazah di Kemdikbud ketika pulang nanti.<br /></p><p>Namun, tidak semua hal itu sekarang ini relevan. Alasan pertama hanya berlaku kalau Anda pergi ke negara Asean. Ketika tiba di sana biasanya ada jalur khusus untuk paspor dinas/biru yang hampir disamakan dengan paspor diplomatik/merah tua ketika melalui jalur pemeriksaan di imigrasi mereka. Kenapa? Agak rumit menjelaskannya. Yang jelas ini untuk mempercepat karena tidak semua paspor dinas ter-release datanya ke komunitas imigrasi internasional untuk kepentingan tertentu.<br /></p><p>Kalau alasan pertama masih dikaitkan dengan kemudahan layanan ketika di pos pengecekan imigrasi Indonesia (keberangkatan/kepulangan), itu pun saat ini sudah tidak tepat lagi. Soalnya, walaupun jalur khusus itu masih ada, layanan kepada pemilik paspor biasa dan dinas sama saja saat ini. Soalnya, negara kita semakin demokratis dan semua orang sama perlakuannya di depan hokum. Malah, saya lihat, kita bisa lebih cepat prosesnya jika melalui jalur paspor biasa karena jalurnya untuk pemeriksaannya sudah banyak, khususnya di Bandara Soekarno-Hatta.<br /></p><p>Alasan kedua masih bisa tepat jika pengelola keuangannya menerapkan kewajiban paspor biru. Sebab, pada dasarnya, walaupun Anda menggunakan paspor hijau dan itu ditugaskan negara secara formal, maka negara wajib biaya perjalanan Anda. Sama dengan olah-ragawan yang bertanding ke luar negeri atas nama negara. Mereka menggunakan paspor hijau dan bisa dibiayai negara. Begitu juga delegasi resmi negara di mana ada orang-orang swasta ikut di dalamnya.<br /></p><p>Setahu saya, yang paling ketat harus menggunakan paspor dinas adalah dari beasiswa Bappenas (Spirit). Kalau Kemdikbud, saya lihat tidak ketat. Sepanjang nanti Anda bisa menyampaikan visum surat perjalanan dinas, maka biaya terkait beasiswa Anda akan dibayar. Saya belum memantau yang dari Kemkeu (LDP).<br /></p><p>Alasan ketiga dulu sangat relevan. Anda tidak akan dilayani penyesuaian ijazah luar negerinya kalau tidak menggunakan paspor biru. Bahkan, di paspor Anda akan dicek apakah ada exit permit dari Kemlu. Biarpun Anda orang swasta, dulu syarat ini berlaku sepanjang Anda butuh penyesuaian di Kemdikbud. <br /></p><p>Belakangan syarat ini diperlunak. Yang disyaratkan adalah adanya surat ijin Setneg. Jadi, bagi yang belum memiliki surat ijin Setneg, darimana pun sumber dana kuliah Anda, dan Anda nanti membutuhkan penyesuaian ijazah untuk karir Anda selanjutnya, uruslah segera kalau belum memilikinya.<br /></p><p>Khusus bagi yang menggunakan paspor dinas, kelemahan utamanya adalah birokrasi yang rumit dan exit permit Anda hanya berlaku sekali. Ketika kembali ke Indonesia untuk riset lapangan atau liburan dan akan kembali lagi ke luar negeri untuk kembali studi, maka Anda harus menyiapkan waktu untuk mengurus exit permit baru (secara manual) ke Kemlu setelah mendapat pengantar dari Kedubes Indonesia di New Zealand (secara elektronik).</p></span>Rudy M Harahaphttp://www.blogger.com/profile/05793578752309628333noreply@blogger.com0